sumber: http://www.harianrakyatbengkulu.com/ver3/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=2403
Guru PAUD Diminta Setor Insentif Rp 60.000
Sabtu, 23 Mei 2009 03:22:55 Kirim-kirim Print version
Lantaran mereka diminta menyetor dana rapel sebesar Rp 60.000 dari Rp 1,2 juta insentif yang diterima pada Himpaudi. Per bulannya guru PAUD menerima insentif Rp 100.000. Waktu pengambilan insentif per PAUD berbeda-beda, dimulai Januari – Mei 2009. Kalau dikalkulasikan, dari 134 guru PAUD yang terima insentif berarti terkumpul dana Rp 8.040.000.
Menurut sumber RB, Fr pemotongan tersebut dilakukan secara sepihak. “Saat kami menerima dana insentif tersebut. Tiba-tiba kami diwajibkan untuk menyetor Rp 60.000 kepada Himpaudi Kota Bengkulu. Karena masih ada yang belum terima, waktu penyetoran tidak dibatasi. Nah bagi kita yang sudah menerima insentif, diminta langsung menyetorkan uang itu. Katanya uang itu untuk kas Himpaudi,” tutur Fr.
Diakui Fr, dirinya menerima insentif awal Mei 2009 lalu. Insentif langsung ditransfer ke rekening masing-masing. “Saya terima insentif awal Mei. Dari Rp 1.200.000 tersebut kami diminta menyetor Rp 60.000 kepada Himpaudi katanya untuk diberikan pada pengurus Himpaudi yang mengurusi proses pencairan dana sehingga dana tersebut bisa cair. Tapi bukankan itu sudah tugas mereka sebagai PNS yang digaji pemerintah,” imbuh Fr.
Biasanya insentif dibayarkan per 6 bulan. “Ini bukan yang pertama kali, saat pencairan insentif tahap 1 juga dipotong. Tahap 1 kami hanya terima untuk insentif selama 6 bulan Rp 600.000, itu saya terima akhir tahun 2008 lalu. Dipotong Rp 15.000, nah sekarang malah dipotong Rp 60.000. Bukan masalah nominalnya, itu kan hak kami kok malah diminta,” kata Fr lagi.
Himpaudi mengancam akan mencoret guru PAUD yang tak menyetor dari daftar penerima insentif. “Kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau kami tidak menyetor Rp 60.000 nama kami akan dicoret dari daftar penerima dana insentif. Dari pada tidak dapat ya kami setor saja,” keluh Fr.
Berdasarkan Kesepakatan
Ketua Himpaudi Kota Bengkulu, Efnizar ketika dikonfirmasi mengakui memungut sumbangan Rp 60.000 dari dana insentif yang diterima guru PAUD tersebut. “Itu memang benar. Tapi sumbangan itu sudah berdasarkan kesepakatan. Kita sudah menggelar pertemuan dengan penerima insentif di Paud Anita.
Mereka sepakat menyumbang Rp 60.000 dari Rp 1.200.000 yang mereka terima untuk Himpaudi. Jumlah itu kan tidak terlalu besar,” kata Efnizar.
Rencananya uang tersebut akan digunakan untuk operasional dan kegiatan Himpaudi.
“Himpaudi ini organisasi independen, tidak punya dana. Kas kita hanya Rp 200 ribu, untuk sebuah organisasi apa cukup dengan kas sejumlah itu. Untuk itu kita cari solusinya. Salah satunya ya dengan sumbangan sukarela dari dana insentif tersebut. Soalnya kita tidak menerima dana dari pemerintah,” urai Efnizar.
Jabatan pengurus Himpaudi tidak ada hubungannya dengan status pengurus yang PNS. “Memang pengurus Himpaudi ini PNS, tapi mereka tidak menerima gaji dari jabatan di Himpaudi. Saya kira, sudah sewajarnya Himpaudi memberikan imbalan atas kerja keras mereka,” terang Efnizar.
Efnizar juga mengaku keberatan kalau Himpaudi dituding memotong dana insentif. “Memotong bagaimana? Kalau memotong dana yang mereka terima langsung kita ambil. Ini tidak, insentif tersebut kan langsung masuk ke rekening masing-masing.
Mereka kemudian secara sukarela menyetor pada Himpaudi. Yang protes, saya pikir tidak mengerti dan perduli pada organisasi. Bagaimana tidak mas, saat kita undang untuk bahas sumbangan sukarela tersebut banyak yang tidak datang. Nah sekarang malah protes,” tandas Efnizar.
Himpaudi, juga tidak memiliki inventaris layaknya organisasi. Seperti komputer dan telepon. Sekretariatnya pun belum ada. Kerap berpindah-pindah dari PAUD satu ke PAUD lain. Padahal untuk mengurus proses pencairan insentif, inventaris seperti komputer dan telepon sangat diperlukan.
“Selama ini pengurus harus mengeluarkan uang pribadi untuk mengurus proses pencairan dana. Mulai dari rekapitulasi data penerima insentif yang harus diketik. Selama ini pengurus ngerental. Biaya rental dan print dari uang mereka pribadi.
Setelah data lengkap kemudian kita fax ke pusat. Pusat kemudian menetukan siapa saja yang berhak menerima. Kita rekap lagi kemudian dikirim lagi ke pusat. Belum lagi ditambah biaya telepon dan lain-lainnya,” urai Efnizar.
Nah soal ancaman, Efnizar membantahnya. “Itu bukan wewenang kita. Yang berhak menentukan siapa yang berhak menerima itu kan pemerintah pusat. Kami tidak pernah mengancam,” tegas Efnizar.(rei)
Guru PAUD Diminta Setor Insentif Rp 60.000
Sabtu, 23 Mei 2009 03:22:55 Kirim-kirim Print version
Lantaran mereka diminta menyetor dana rapel sebesar Rp 60.000 dari Rp 1,2 juta insentif yang diterima pada Himpaudi. Per bulannya guru PAUD menerima insentif Rp 100.000. Waktu pengambilan insentif per PAUD berbeda-beda, dimulai Januari – Mei 2009. Kalau dikalkulasikan, dari 134 guru PAUD yang terima insentif berarti terkumpul dana Rp 8.040.000.
Menurut sumber RB, Fr pemotongan tersebut dilakukan secara sepihak. “Saat kami menerima dana insentif tersebut. Tiba-tiba kami diwajibkan untuk menyetor Rp 60.000 kepada Himpaudi Kota Bengkulu. Karena masih ada yang belum terima, waktu penyetoran tidak dibatasi. Nah bagi kita yang sudah menerima insentif, diminta langsung menyetorkan uang itu. Katanya uang itu untuk kas Himpaudi,” tutur Fr.
Diakui Fr, dirinya menerima insentif awal Mei 2009 lalu. Insentif langsung ditransfer ke rekening masing-masing. “Saya terima insentif awal Mei. Dari Rp 1.200.000 tersebut kami diminta menyetor Rp 60.000 kepada Himpaudi katanya untuk diberikan pada pengurus Himpaudi yang mengurusi proses pencairan dana sehingga dana tersebut bisa cair. Tapi bukankan itu sudah tugas mereka sebagai PNS yang digaji pemerintah,” imbuh Fr.
Biasanya insentif dibayarkan per 6 bulan. “Ini bukan yang pertama kali, saat pencairan insentif tahap 1 juga dipotong. Tahap 1 kami hanya terima untuk insentif selama 6 bulan Rp 600.000, itu saya terima akhir tahun 2008 lalu. Dipotong Rp 15.000, nah sekarang malah dipotong Rp 60.000. Bukan masalah nominalnya, itu kan hak kami kok malah diminta,” kata Fr lagi.
Himpaudi mengancam akan mencoret guru PAUD yang tak menyetor dari daftar penerima insentif. “Kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau kami tidak menyetor Rp 60.000 nama kami akan dicoret dari daftar penerima dana insentif. Dari pada tidak dapat ya kami setor saja,” keluh Fr.
Berdasarkan Kesepakatan
Ketua Himpaudi Kota Bengkulu, Efnizar ketika dikonfirmasi mengakui memungut sumbangan Rp 60.000 dari dana insentif yang diterima guru PAUD tersebut. “Itu memang benar. Tapi sumbangan itu sudah berdasarkan kesepakatan. Kita sudah menggelar pertemuan dengan penerima insentif di Paud Anita.
Mereka sepakat menyumbang Rp 60.000 dari Rp 1.200.000 yang mereka terima untuk Himpaudi. Jumlah itu kan tidak terlalu besar,” kata Efnizar.
Rencananya uang tersebut akan digunakan untuk operasional dan kegiatan Himpaudi.
“Himpaudi ini organisasi independen, tidak punya dana. Kas kita hanya Rp 200 ribu, untuk sebuah organisasi apa cukup dengan kas sejumlah itu. Untuk itu kita cari solusinya. Salah satunya ya dengan sumbangan sukarela dari dana insentif tersebut. Soalnya kita tidak menerima dana dari pemerintah,” urai Efnizar.
Jabatan pengurus Himpaudi tidak ada hubungannya dengan status pengurus yang PNS. “Memang pengurus Himpaudi ini PNS, tapi mereka tidak menerima gaji dari jabatan di Himpaudi. Saya kira, sudah sewajarnya Himpaudi memberikan imbalan atas kerja keras mereka,” terang Efnizar.
Efnizar juga mengaku keberatan kalau Himpaudi dituding memotong dana insentif. “Memotong bagaimana? Kalau memotong dana yang mereka terima langsung kita ambil. Ini tidak, insentif tersebut kan langsung masuk ke rekening masing-masing.
Mereka kemudian secara sukarela menyetor pada Himpaudi. Yang protes, saya pikir tidak mengerti dan perduli pada organisasi. Bagaimana tidak mas, saat kita undang untuk bahas sumbangan sukarela tersebut banyak yang tidak datang. Nah sekarang malah protes,” tandas Efnizar.
Himpaudi, juga tidak memiliki inventaris layaknya organisasi. Seperti komputer dan telepon. Sekretariatnya pun belum ada. Kerap berpindah-pindah dari PAUD satu ke PAUD lain. Padahal untuk mengurus proses pencairan insentif, inventaris seperti komputer dan telepon sangat diperlukan.
“Selama ini pengurus harus mengeluarkan uang pribadi untuk mengurus proses pencairan dana. Mulai dari rekapitulasi data penerima insentif yang harus diketik. Selama ini pengurus ngerental. Biaya rental dan print dari uang mereka pribadi.
Setelah data lengkap kemudian kita fax ke pusat. Pusat kemudian menetukan siapa saja yang berhak menerima. Kita rekap lagi kemudian dikirim lagi ke pusat. Belum lagi ditambah biaya telepon dan lain-lainnya,” urai Efnizar.
Nah soal ancaman, Efnizar membantahnya. “Itu bukan wewenang kita. Yang berhak menentukan siapa yang berhak menerima itu kan pemerintah pusat. Kami tidak pernah mengancam,” tegas Efnizar.(rei)
Komentar