sumber: http://riaupos.com/berita.php?act=full&id=951&kat=7
PLN Bantu Genset ke 120 Masjid
Sahur Hidup, Buka Padam Bergilir
26 Agustus 2009
123 klik Beritahu Teman
SATU METER: Ketinggian elevasi air waduk PLTA Koto Panjang yang hanya 77 meter di atas permukaan laut, Selasa (25/8/2009), menjadikan cuma satu dari tiga turbin pembangkit yang bisa bero-perasi. Sejak sebulan terakhir, penam-bahan ketinggian permukaan air sekitar satu meter.(Said mufti/riau pos)
PEKANBARU (RP) - PT PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau (WRKR) hanya bisa menjamin tidak ada pemadaman saat sahur selama bulan Ramadan. Sementara saat berbuka, pemadaman bergilir tetap dilakukan karena devisit daya saat beban puncak tersebut masih tinggi.
Hal itu diungkapkan Manajer Teknik PLN WRKR M Shodiq saat silaturahmi dengan jajaran pimpinan dan karyawan Riau Pos di ruang redaksi, Selasa (25/8) pukul 17.00 WIB. “Untuk sahur, diusahakan tidak ada pemadaman karena pukul 03.00-5.30 WIB itu kondisinya 0 MW pemadaman. Sedangkan pada saat berbuka dan tarawih memang dilakukan pemadaman bergilir karena saat beban puncak itu terjadi pemadaman 50 MW,’’ ujar Shodiq.
Pernyataan itu dibenarkan oleh General Manager (GM) PLN WRKR Robert R Aritonang yang memimpin rombongan dalam pertemuan yang disambung dengan berbuka bersama tersebut. Menurut Robert, bila saat sahur terjadi pemadaman, berarti itu terjadi gangguan bukan pemadaman bergilir. “Namun itu dengan kondisi pembangkit saat ini. Bila ada pembangkit yang rusak atau pasokan dari pembangkit interkoneksi berkurang maka itu bisa berubah,’’ ujarnya.
Pertemuan yang berjalan sekitar tiga jam tersebut berjalan santai, terbuka tapi tetap serius. Jajaran PLN bergantian menjawab semua pertanyaan awak redaksi. Dari jajaran Riau Pos hadir Direktur Utama Makmur SE MM Ak, Pimpinan Umum Sutrianto, Pemimpin Redaksi Raja Isyam Azwar, dua Wakil Pemimpin Redaksi Abdul Kadir Bey dan M Nazir Fahmi beserta para wartawan lainnya. Dari PLN, juga hadir Manajer Sumber Daya Manusia Komunikasi Hukum dan Administrasi Suwandi Siregar, Manajer Perencanaan Yugo Riyatmo, Manajer Niaga Bambang Setyo Hadi Cahyono, Deputi Manajer Sumber Daya Manusia Komunikasi Hukum dan Administrasi Delvis Bustami, Kepala Cabang PLN Pekanbaru, Ericson Sidabutar, Humas PLN Pekanbaru Dharmawi Darsono, Kepala Rayon Panam Riyanto dan H Ngatijo.
‘’Sebelumnya kami minta maaf dengan ketidaknyamanan akibat permadaman listrik ini. Yang pasti inti dari permasalahan kelistrikan di Riau ini terletak pada permasalahan investasi,’’ ujar Robert membuka diskusi panjang yang berakhir pukul 20.00 WIB itu.
Robert mengatakan pada Mei 2009, saat Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan kunjungan ke Minas, PLN dijanjikan akan diberi-kan pembangkit sebesar 30 MW. Namun, hingga saat ini belum juga terealisasi karena suratnya masih di tangan Menkeu. PLN WRKR saat ini hanya berharap pada PLTU 2x100 yang akan dibangun di Tenayan Raya. “Dalam Perpres 21 tahun 2006 10 ribu MW tahap pertama, pembangunan PLTU ini tidak dimasukkan. Untuk Riau hanya ada Bengkalis 2x10 MW, Selatpanjang 2x7 MW dan Karimun 2x7 MW. Pembangunan PLTU ini merupakan hasil kunjungan direksi PLN pada Maret lalu,’’ tambahnya.
Semula, lanjutnya, rencana PLN pada Ramadan pemadaman hanya dilakukan maksimal dua kali atau enam jam pemadaman. Ini dengan pertimbangan masuk pasokan daya PLTA Singkarak dan Maninjau yang dijadwalkan selesainya manajemen waduk sebelum Ramadan. Manajemen waduk yang dimaksud mengisi kembali waduk PLTA Singkarak dan Maninjau yang sebelumnya kering. Selain itu selesainya perbaikan servomoog PLTU Ombilin.
Namun, gempa yang melanda Sumbar pada pekan lalu, yang menyebabkan rusaknya stator dan kontrol pada dua unit pembangkit PLTU Ombilin. Dan hal ini membuyarkan rencana PLN semula untuk meminimalisir pemadaman.
‘’Dua unit pembangkit PLTU Ombilin 2x95 MW rusak dan keluar dari sistem interkoneksi. Untuk pergantian alat tersebut perlu waktu sekitar lima bulan. PLN mengambil kebijakan dengan melakukan kanibal di atas stator dan kontrol di dua pembangkit tersebut, sehingga masih bisa beroperasi satu unit,’’ ujar Shodiq.
Selain itu, terjadi penurunan daya mampu pasok PLTA karena variasi mesin pada PLTA Koto Panjang, PLTA Singkarak dan PLTA Maninjau. Hal ini pula lah yang membuat defisit di PLN WRKR sebanyak 108,10 MW pada pukul 21.00-03.00 WIB, 0 MW pada pukul 03.00-05.30 WIB, devisit lagi 86,40 MW pada pukul 05.30-18.00 WIB dan 50,40 MW pada 18.00-21.00 WIB.
Sumber pasokan daya Riau berasal dari PLTA Koto Panjang yang menghasilkan daya sebanyak 25 MW melalui satu turbin yang beroperasi, PLTD/G Teluk Lembu menghasilkan sebanyak 35 MW, Riau Power 18 MW dan PLTD Dumai 8 MW.
Kondisi ini menjadikan PLN tidak bisa menjamin saat berbuka dan Salat Tarawih tidak terjadi pemadaman bergilir. ‘’Skenario jangka pendek pemadaman masih sekitar dua hingga tiga kali pemadaman dalam enam bulan ini. Namun, jika pasokan daya dari PLTU Labuhan Angin dan pembangkit yang sebelumnya dalam perawatan masuk, maka dipastikan pemadaman akan berkurang,’’ tambahnya.
PLTU Labuhan Angin 2x115 MW yang terdapat di Sibolga, Sumatera Utara diharapkan dapat membantu kondisi kelistrikan di Riau. Saat ini, hanya satu unit dari pembangkit PLTU Labuhan Angin yang bisa beroperasi dan menyumbang pasokan daya sebanyak 30 MW untuk Riau, sedangkan satunya lagi masih dalam tahap persiapan. Setidaknya terdapat enam pembangkit yang dalam proses maintenance seperti PLTU Ombilin, PLTG Tarahan, PLTG Indralaya, PLTG Pauh Limo dan PLTG TM Borang.
Solusi Jangka Pendek
Untuk itu, lanjut Robert, solusi jangka pendek dalam menghadapi kondisi kelistrikan ini terletak pada bantuan tiga perusahaan swasta yang terdapat di Riau yakni PT Indah Kiat Pulp Paper (IKPP), PT Riau Andalan Pulp Paper (RAPP) dan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). PLN siap membeli kelebihan daya tiga perusahaan tersebut. ‘’Berapa pastinya kelebihan daya yang mereka punya, PLN tidak mengetahuinya. PLN hanya mengetahui berapa kapasitas terpasang yang mereka punya. Tapi untuk IKPP dan RAPP PLN siap untuk membeli 10 MW dari masing-masing perusahaan tersebut termasuk yang saat ini telah dikerjasamakan,’’ terang Robert yang mengaku akan melakukan pertemuan dengan ketiga perusahaan tersebut dalam waktu dekat.
Selain itu, solusi lain dengan melakukan Demand Site Management (DSM) yang mengatur penggunaan daya bagi pelanggan-pelanggan besar seperti mall dan hotel, terutama pada beban puncak dan mampu menghemat daya sekitar 10,4 MW hingga 15 MW. Selain itu pemadaman beberapa lampu jalan bisa menghemat daya 3 hingga 6 MW. Terakhir, PLN rencananya akan membeli daya dari pabrik sawit yang terdapat di Riau, meski dayanya hanya 1 sampai 2 MW saja. “Diharapkan dapat mengurangi pemadaman,’’ ujar Shodiq singkat.
Hanya Satu Turbin PLTA Koto Panjang Beroperasi
Dari pemantauan Riau Pos di PLTA Koto Panjang Selasa (25/8), intensitas hujan yang terjadi di Riau cukup tinggi akhir-akhir ini ternyata tidak berpengaruh banyak kepada debit air waduk. Sebulan lalu, saat Riau Pos mengunjungi waduk mendapati kondisi air elevasi ketinggian 76 meter di atas permukaan laut (DPL). Kemarin, ternyata debit air tidak bertambah secara signifikan yaitu mencapai 77 meter DPL. Artinya, penambahan elevasi air hanya satu meter. Kondisi ketinggian antara 76-79 meter dpl, hanya bisa menggerakkan satu turbin saja dengan daya maksimal yang dihasilkan 25 MW. Itu artinya, kondisi air sebulan dan saat ini sama dengan hanya mampu menggerakkan satu turbin saja.
Manajer PLTA Koto Panjang, Imran Sembiring didampingi dua orang stafnya di lokasi PLTA yang dibangun Jepang tersebut menye-butkan, kenaikan air beberapa waktu belakangan ini hanya mampu untuk menambah kecepatan gerak turbin sehingga menaikkan daya yang dihasilkan menjadi 25 MW. Sebulan sebelumnya dengan elevasi air hanya 73 meter, daya maksimal yang dihasilkan 24 MW.
“Dengan kondisi air saat ini kalau tetap dipaksakan hidup dua turbin, maka bisa retak bangunan PLTA. Kalau elevasi air naik sampai 79, maka kita akan hidupkan dua turbin. Kalau naik sampai 80 meter, maka kita hidupkan tiga turbin sekaligus sehingga bisa menghasilkan daya maksimal,’’ terangnya.
Ditanya lebih jauh apakah air di waduk PLTA Koto Panjang dibuka untuk dibuang ke sungai sehingga debit air tidak meninggi? Imran menjawab, bahwa pintu air akan dibuka jika ketinggian air mencapai 85 meter. Di bawah itu, PLTA Koto Panjang katanya harus menyimpan cadangan air. Termasuk dengan kondisi air saat ini, PLTA Koto Panjang tidak mungkin memutar maksimal turbin karena akan berpengaruh pada kestabilan air.
“Kalau kita maksimalkan, cadangan air hanya bisa bertahan beberapa hari. Bisa-bisa Idul Fitri nanti kondisi makin parah lagi,’’ ujar Imran.
Bagaimana pasokan interkoneksi dari provinsi tetangga? Ternyata kata Imran keadaan perbaikan PLTA Ombilin dan tempat lainnya tidak mengurangi sama sekali pasokan. Dari Sumbar pasokan interkoneksi untuk Riau 100 MW dan dari Sumut sebesar 30 MW. Kalau pasokan dari Sumbar berkurang, maka katanya tegangan bisa tidak stabil yang akan mengakibatkan fatal interkoneksi.
“Bagaimanapun keadaanya, pasokan interkoneksi untuk Riau tetap sama. Kalau kurang saja sampai 80 MW, kita langsung telepon karena akan menyebabkan gangguan tegangan,’’ urai Imran di atas bendungan PLTA Koto Panjang pada ketinggian 87 meter.
Imran mengutarakan, kondisi tahun 2009 ini terparah terhadap kekurangan air. Ia katakan, hal itu disebabkan pengurasakan hutan di kawasan tangkapan air PLTA Koto Panjang. Imran menyebutkan angka 30 persen yang sudah terjadi kerusakan pada hutan di sekitar kawasan PLTA Koto Panjang. Dari kawasan waduk, Riau Pos memang melihat hutan-hutan yang sudah ditebangi dan berganti dengan kebun sawit.
‘’Coba lihat saja itu, sudah gundul. Perlu ketegasan dari Pemda dan Dinas Kehutanan dalam mengamankan kawasan tangkapan air ini. Kita tidak bisa berbuat apa-apa karena lahan yang diganti rugi, hanya pada ketinggian air 85 meter. Diluar itu, penegasan dari Pemda setempatlah,’’ terangnya.
Apalagi, katanya, kalau tidak dibangun pembangkit baru, maka krisis listrik di Riau pada 2010 akan menjadi-jadi. Krisis lis-trik di Riau akan terasa terus-menerus setiap tahun, setiap kali musim kemarau datang. Dan dengan pertambahan pendudukan dan pembangunan, maka bisa diatasi dengan ketersediaan daya.
“Dibangun pembangkit baru 2 x 100 MW, itupun hanya untuk mengatasi hingga 2010. Setelah itu, harus dibangun baru lagi. Riau saat ini maksimal hanya bisa hasilkan 180 MW dan suntikan intekoneksi 130 MW. Beban puncak untuk Pekanbaru sekitarnya saja mencapai 300 MW. Ini harus segera dibangun dan tidak perlu gontok-gontokan, duduk bersama koordinasi dan bangun pembangkit yang baru,’’ ujar Imran yang sudah lima tahun di PLTA Koto Panjang dan berpindah-pindah mengepalai pembangkit di areal Sumbangut.
Bagaimana dengan proyek hujan buatan yang dilaksanakan PLN bekerjasama dengan BMG, dikatakannya sudah selesai dilaksanakan. Dikatakan, proyek tersebut sedikit banyaknya ada memberikan hasil namun saat ini memang sudah masuk pada siklus hujan sehingga tidak perlu lagi dilakukan hujan buatan.
“Kita yakin dalam beberapa hari ke depan, hujan akan menambah debit air sehingga bisa menggerakkan dua turbin. Kalau sudah dua turbin yang digerakkan, kita langsung telepon ke PLN Wilayah dan kepada Pusat Pengaturan Penyaluran Beban (P3B) Sumatera. Kita hanya sebagai penghasil daya, untuk pembagian dan pemasaran bukan tugas kita lagi,’’ tuturnya.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang itu sendiri dimulai pembangunannya sejak 1990 dan beroperasi sekitar 1994-an. Proyek tersebut merupakan bantuan Pemerintah Jepang dengan biaya 31,177 miliar Yen dan bendungan Kotopanjang itu sendiri menggenangi empat desa di areal seluas 124 kilometer persegi. Sudah beroperasi sekitar 15 tahun, PLTA Koto Panjang ternyata tetap tidak bisa menga-tasi krisis listrik yang terjadi di Riau.
Bagikan 120 Genset
Sementara sebagai bentuk kepedulian PLN WRKR terhadap pelaksanaan ibadah selama Ramadan, maka PLN membagikan 120 genset kepada masjid-masjid yang terdapat di Pekanbaru. Hal ini disampaikan Manajer Sumber Daya Manusia Komunikasi Hukum dan Administrasi, Suwandi Siregar. ‘’Pemadaman memang tak bisa dihentikan, untuk itu PLN berencana memberikan ke masjid yang belum mempunyai genset di Pekanbaru,’’ ujar Suwandi.
Pemberian genset tersebut akan dilaksanakan dalam pekan ini. Dan pihaknya saat ini sedang melakukan pendataan. Suwandi mengatakan mengahabiskan dana sebesar Rp300 juta yang berasal dari dana Community Development (CD) PLN WRKR.
Riau Power Siap Operasikan Tiga Turbin
Sehari sebelumnya, solusi mengatasi krisis listrik juga diungkapkan Direktur Riau Investment Corporation (RIC), Rida K Liamsi. Melalui anak perusahaannya, PT Riau Power, tiga turbin hasil hibah eks PT CPI, untuk solusi jangka menengah akan mampu mengurangi krisis listrik yang ada di Provinsi Riau.
Namun meski sudah dihibahkan PT CPI kepada Pemprov Riau guna dikelola sejak tahun 2003 lalu, baru satu dari empat turbin tersebut yang beroperasi dan mampu memproduksi sekitar 18,5 MW melalui PT Riau Power.
“Itu baru satu, kalau tiga turbin eks PT CPI yang saat ini berada di Duri bisa beroperasi semua, maka krisis ini bisa diatasi. Persoalannya, hingga kini PLN belum bisa memastikan, siap membeli energi listrik bila tiga turbin ini nantinya bisa beroperasi,” kata Rida saat mengikuti hearing dengan PLN di DPRD Pekanbaru, Senin (24/8).
Ketidakpastian ini dipahami oleh Rida, karena PLN memiliki regulasi dan ketentuan soal jual beli energi yang diatur secara nasional. Termasuk juga perihal ketersediaan pasokan gas sebagai bahan bakar utama pembangkit yang dinilai cukup murah.
“Percuma ada pembangkit sementara bahan bakar gasnya tidak pasti tersedia. Hal ini tentu kembali lagi pada kesepakatan kontrak antara PLN dengan PT Kalila. Kalau memang PLN siap membeli dan pasokan gas memang ada, kapanpun mau, tiga turbin itu siap dioperasikan karena kondisinya sangat bagus,” jelas Rida.
Saat ini, tiga turbin eks PT CPI yang bisa menjadi pembangkit listrik tersebut kata Rida bergantung pada pasokan gas. “Bisa saja kita operasikan di Duri atau dimana saja, asalkan ada pasokan gasnya. Kalau gas sudah ada, lalu PLN pasti mau membeli dengan harga yang sesuai, tentu tiga turbin ini siap mengatasi krisis yang ada dalam jangka pendek,” katanya.
Untuk investasi operasional tiga turbin tersebut kata Rida, diperlukan biaya mencapai Rp90 Miliar. “Untuk memindahkan dan operasional satu turbin, perlu investasi sekitar Rp30 mili-ar. Kalau tiga turbin ini bisa beroperasi, bisa memproduksi sekitar 42 MW,” jelasnya.
Sementara Robert Aritonang mengatakan, bahwa PLN siap membeli energi listrik. Bahkan potensi tiga turbin eks PT CPI yang pengelolaannya diserahkan PT Riau Power, menjadi salahsatu prioritas PLN guna mengatasi krisis listrik di Riau. “Tapi syaratnya adalah berbahan bakar gas, karena lebih murah. Persoalan anggaran adalah masalah utama PLN. PT Riau Power menjadi prioritas kami asalkan memang pasokan gas dipastikan terjamin,” kata Aritonang.
Persoalan kepastian pasokan gas inipun menjadi perhatian Pansus krisis listrik DPRD Kota Pekanbaru. Sudah seharusnya Pemprov Riau dan pemerintah kabupaten/kota mendesak agar krisis listrik di Riau menjadi perhatian di tingkat pusat. “Apapun solusi yang dinilai bisa mengatasi krisis harus dilaksanakan sesegera mungkin,” tegas Sabarudi, Ketua Pansus.
Sementara itu, Kabid Kelistrikan dan Energi Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Riau Abdi Haro mengatakan, agar PLN tidak berjalan sendiri dalam mengatasi krisis listrik yang ada. Perjuangan mengatasi krisis listrik ini harus bersa-ma-sama. “PLN jangan menghadap ke pusat sendirian, tapi ajaklah juga perwakilan dari Pemprov Riau dan Pemda Kabupaten/Kota. Harus duduk sama-sama satu visi dan misi ke tingkat pusat. Baru krisis ini menemukan solusi yang konkret,” tegas Abdi.
Buka Hotline Pengaduan Masyarakat
Untuk memberikan kemudahan terhadap masyarakat untuk menampung aspirasi, serta permasalahan akibat pemadaman bergilir PLN telah membuka sepuluh nomor telepon pengaduan masyarakat. Sepuluh nomor telepon ini langsung dipegang oleh manajer area cabang yang ada di seluruh Provinsi Riau dan aktif selama 24 jam. “Terlebih pada permasalahan yang timbul akibat pemada-man yang dilakukan seperti melonjaknya tagihan, maka masyarakat dapat langsung mengadukan ke hotline PLN tersebut,’’ ujar Robert.
Begitu juga dengan pemadaman yang dilakukan PLN yang dinilai masyarakat tidak teratur. Kepala Cabang PLN Pekanbaru Ericson mengatakan, dalam proses switching atau penggantian memang memerlukan waktu hingga 15 menit. ‘’Misalnya saja terjadi pemadaman pukul 09.00 WIB, maka bisa saja pemadaman dimulai pukul 08.45 WIB. Begitu juga jaringan PLN yang tak hanya sekilo dua kilometer tetapi beribu-ribu kilometer,’’ terang Ericson.
Sementara itu, Manajer Niaga Bambang Setyo Hadi Cahyono mengatakan, kompensasi yang diberikan PLN kepada pelanggan tergantung Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) di PLN. Kompensasi diberikan setelah melewati pemadaman 3x24 jam. ‘’Itu sudah merupakan standarisasi dari PLN,’’ ujar Bambang.
Dalam surat keputusan menteri ESDM nomor 1616K/36/MEM/2003 Pasal 6 ayat 3 dinyatakan bahwa PLN yang mempunyai kinerja buruk harus memberikan kompensasi kepada masyarakat, berupa diskon sepuluh persen untuk pembayaran bulan berikutnya.
Pembayaran kompensasi ini sudah dilakukan di Solo, dimana jika pemadaman dilakukan melewati 19 jam, maka akan diberikan kompensasi. Hal ini langsung dijawab Manajer Teknik Shodiq yang menya-takan terjadi perbedaan antara TMP Solo dan Riau. Di Solo, Keputusan Menteri ESDM itu memang diberlakukan, sebab pelanggan dirugikan dalam kondisi kelistrikan normal. ‘’Sedangkan di Riau, kondisi kelistrikan tidak normal,’’ jawab Shodiq, sambil menjelaskan bahwa kekurangan daya diakibatkan kerusakan turbin dan maintenance mesin di sistem interkoneksi.
Belum Punya Perencanaan Khusus
Sementara Wakil Gubernur Riau (Wagubri) HR Mambang Mit mengatakan, apapun alasan PLN, tetap saja masyarakat menilai perusahaan ini tidak memiliki perencanaan khusus dalam memberikan pelayanan ketenagalistrikan di Riau. Lagi pula, pemadaman listrik sudah terjadi setiap tahun.
Namun lanjutnya, pada bulan Ramadan baru tahun 2009 terjadi pemadaman listrik secara terus menerus. Artinya, apa yang diharapkan masyarakat mengenai kinerja PLN, ternyata tidak bisa direalisasikan.
“Kita sudah panggil GM PLN untuk mengatasi permasalahan ini dengan baik. Seharusnya perhatian dari PLN bisa lebih jeli lagi dalam melakukan pemadaman. Durasi diatur, saat buka, sahur dan tarawih bisa dilayani dengan baik. Jangan justru dipadam-kan,’’ tambahnya.
Wagubri berpendapat, antisipasi perencanaan PLN tidak benar. UU ketenagalistrikan yang dianut PLN, sambungnya, sebenarnya untuk melindungi masyarakat. Bukan sebaliknya membuat masyarakat merasa dirugikan. “Kita menyesalkan apa yang dilakukan PLN. Oleh karena itu UU harus diubah untuk ditinjau ulang. Berikan keleluasaan penuh bagi daerah untuk memenuhi keperluan kelistrikan daerahnya,’’ ujar dia.
Dikatakan, untuk mengatasi permasalahan ketenagalistrikan ini, Pemprov Riau sedang berusaha mencari alternatif baru. Di antaranya mengundang tim ahli dari Jerman. Tim ahli ini akan membantu Riau mencari sumber energi terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik baru.
Selain itu, Wagubri juga meminta setiap perusahaan yang beroperasi di Bumi Lancang Kuning sudah selayaknya membantu mengatasi krisis listrik saat ini bukan menghitung untung dan rugi. Bukan hanya menyediakan barang lalu pemerintah diminta mengelola. “Kalau memang ingin membantu langsung saja. Kita tidak minta banyak. Sumber energi yang lebih saja kita inginkan. Bukan penuh, perusahaan yang saya maksud seharusnya tahulah,’’ ujarnya.
Pemko dan Pemprov Pernah Surati.
Mengenai pemadaman saat berbuka dan sahur ini, Wali Kota Pekanbaru pernah menyurati secara resmi PLN Cabang Pekanbaru. Begitu juga dengan Gubernur Riau yang menyurati PLN Wilayah Riau dan Kepri. “Pemerintah Kota sudah menyurati dan Pemprov juga sudah menyurati PLN agar selama puasa Ramadan tak ada pemadaman lis-trik. Tapi kejadiannya seperti sekarang juga tetap saja mati,’’ jelas Wali Kota Pekanbaru Drs H Herman Abdullah MM kepada warta-wan di Masjid Agung An-Nur, Selasa (25/8) pagi.
Itu sudah dibicarakan bersama Muspida, seharusnya pihak PLN sudah membuat kebijakan jangka pendek. Tapi kata Herman, dilihat dari pemadaman sekarang PLN kurang perencanaan. Karena sampai sekarang PLN masih saja mematikan listrik untuk Riau dan Pekan-baru khususnya. ‘’Kita masih dihantui pemadaman listrik dikarena-kan masih interkoneksi. Jadi masih tetap bergantung dengan provinsi tetangga,’’ jelasnya.
Usaha yang perlu dilakukan hanya satu menggesa Menteri ESDM menetapkan pembangunan daya listrik 2x100 MW di Riau. ‘’Jika itu segera dilakukan dan dibuat maka bisa menyelesaikan masalah krisis listrik di Pekanbaru dan Riau ini,’’ jelasnya.
Dari Jakarta dilaporkan, anggota DPR RI asal Riau Ir M Idris Laena mengungkapkan program pemerintahan pusat mengenai pembangunan pembangkit 10.000 MW harus diberikan kepada daerah yang betul-betul memerlukan. Sehingga dengan kehadiran PLTU tersebut bisa mengatasi krisis listrik yang berkepanjangan.
“Kalau kita lihat saat ini mengenai kelistrikan yang terja-di di Provinsi Riau sangat memprihatinkan sekali, sebab Riau termasuk tingkat perekonomiannya berkembang pesat. Makanya Riau harus mendapat perioritas utama dari pemerintah untuk mengarahkan program pembangunan PLTU tersebut, sehingga semua biar seimbang,” ujarnya kepada Riau Pos, kemarin.
Oleh karena itu, lanjut Idris, Riau yang tidak termasuk dalam tahap pertama crash program itu, harus dimasukkan melihat kondisi listrik saat ini. Salah satunya dengan mengakomodir usulan Pemprov Riau perubahan Keppres sehingga Riau termasuk di dalam program tahap pertama tersebut. “Saat ini kita masih menunggu perubahan dari Perpres yang sedang diproses oleh pemerintah. Namun sudah mengawal dan mem-berikan masukan supaya program tersebut diarahkan kepada daerah yang memang kondisi listriknya tidak memprihatinkan, terutama provinsi Riau” ujarnnya.(afz/rpg/ind/gem/hpz/yud/esi/new/fia)
PLN Bantu Genset ke 120 Masjid
Sahur Hidup, Buka Padam Bergilir
26 Agustus 2009
123 klik Beritahu Teman
SATU METER: Ketinggian elevasi air waduk PLTA Koto Panjang yang hanya 77 meter di atas permukaan laut, Selasa (25/8/2009), menjadikan cuma satu dari tiga turbin pembangkit yang bisa bero-perasi. Sejak sebulan terakhir, penam-bahan ketinggian permukaan air sekitar satu meter.(Said mufti/riau pos)
PEKANBARU (RP) - PT PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau (WRKR) hanya bisa menjamin tidak ada pemadaman saat sahur selama bulan Ramadan. Sementara saat berbuka, pemadaman bergilir tetap dilakukan karena devisit daya saat beban puncak tersebut masih tinggi.
Hal itu diungkapkan Manajer Teknik PLN WRKR M Shodiq saat silaturahmi dengan jajaran pimpinan dan karyawan Riau Pos di ruang redaksi, Selasa (25/8) pukul 17.00 WIB. “Untuk sahur, diusahakan tidak ada pemadaman karena pukul 03.00-5.30 WIB itu kondisinya 0 MW pemadaman. Sedangkan pada saat berbuka dan tarawih memang dilakukan pemadaman bergilir karena saat beban puncak itu terjadi pemadaman 50 MW,’’ ujar Shodiq.
Pernyataan itu dibenarkan oleh General Manager (GM) PLN WRKR Robert R Aritonang yang memimpin rombongan dalam pertemuan yang disambung dengan berbuka bersama tersebut. Menurut Robert, bila saat sahur terjadi pemadaman, berarti itu terjadi gangguan bukan pemadaman bergilir. “Namun itu dengan kondisi pembangkit saat ini. Bila ada pembangkit yang rusak atau pasokan dari pembangkit interkoneksi berkurang maka itu bisa berubah,’’ ujarnya.
Pertemuan yang berjalan sekitar tiga jam tersebut berjalan santai, terbuka tapi tetap serius. Jajaran PLN bergantian menjawab semua pertanyaan awak redaksi. Dari jajaran Riau Pos hadir Direktur Utama Makmur SE MM Ak, Pimpinan Umum Sutrianto, Pemimpin Redaksi Raja Isyam Azwar, dua Wakil Pemimpin Redaksi Abdul Kadir Bey dan M Nazir Fahmi beserta para wartawan lainnya. Dari PLN, juga hadir Manajer Sumber Daya Manusia Komunikasi Hukum dan Administrasi Suwandi Siregar, Manajer Perencanaan Yugo Riyatmo, Manajer Niaga Bambang Setyo Hadi Cahyono, Deputi Manajer Sumber Daya Manusia Komunikasi Hukum dan Administrasi Delvis Bustami, Kepala Cabang PLN Pekanbaru, Ericson Sidabutar, Humas PLN Pekanbaru Dharmawi Darsono, Kepala Rayon Panam Riyanto dan H Ngatijo.
‘’Sebelumnya kami minta maaf dengan ketidaknyamanan akibat permadaman listrik ini. Yang pasti inti dari permasalahan kelistrikan di Riau ini terletak pada permasalahan investasi,’’ ujar Robert membuka diskusi panjang yang berakhir pukul 20.00 WIB itu.
Robert mengatakan pada Mei 2009, saat Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan kunjungan ke Minas, PLN dijanjikan akan diberi-kan pembangkit sebesar 30 MW. Namun, hingga saat ini belum juga terealisasi karena suratnya masih di tangan Menkeu. PLN WRKR saat ini hanya berharap pada PLTU 2x100 yang akan dibangun di Tenayan Raya. “Dalam Perpres 21 tahun 2006 10 ribu MW tahap pertama, pembangunan PLTU ini tidak dimasukkan. Untuk Riau hanya ada Bengkalis 2x10 MW, Selatpanjang 2x7 MW dan Karimun 2x7 MW. Pembangunan PLTU ini merupakan hasil kunjungan direksi PLN pada Maret lalu,’’ tambahnya.
Semula, lanjutnya, rencana PLN pada Ramadan pemadaman hanya dilakukan maksimal dua kali atau enam jam pemadaman. Ini dengan pertimbangan masuk pasokan daya PLTA Singkarak dan Maninjau yang dijadwalkan selesainya manajemen waduk sebelum Ramadan. Manajemen waduk yang dimaksud mengisi kembali waduk PLTA Singkarak dan Maninjau yang sebelumnya kering. Selain itu selesainya perbaikan servomoog PLTU Ombilin.
Namun, gempa yang melanda Sumbar pada pekan lalu, yang menyebabkan rusaknya stator dan kontrol pada dua unit pembangkit PLTU Ombilin. Dan hal ini membuyarkan rencana PLN semula untuk meminimalisir pemadaman.
‘’Dua unit pembangkit PLTU Ombilin 2x95 MW rusak dan keluar dari sistem interkoneksi. Untuk pergantian alat tersebut perlu waktu sekitar lima bulan. PLN mengambil kebijakan dengan melakukan kanibal di atas stator dan kontrol di dua pembangkit tersebut, sehingga masih bisa beroperasi satu unit,’’ ujar Shodiq.
Selain itu, terjadi penurunan daya mampu pasok PLTA karena variasi mesin pada PLTA Koto Panjang, PLTA Singkarak dan PLTA Maninjau. Hal ini pula lah yang membuat defisit di PLN WRKR sebanyak 108,10 MW pada pukul 21.00-03.00 WIB, 0 MW pada pukul 03.00-05.30 WIB, devisit lagi 86,40 MW pada pukul 05.30-18.00 WIB dan 50,40 MW pada 18.00-21.00 WIB.
Sumber pasokan daya Riau berasal dari PLTA Koto Panjang yang menghasilkan daya sebanyak 25 MW melalui satu turbin yang beroperasi, PLTD/G Teluk Lembu menghasilkan sebanyak 35 MW, Riau Power 18 MW dan PLTD Dumai 8 MW.
Kondisi ini menjadikan PLN tidak bisa menjamin saat berbuka dan Salat Tarawih tidak terjadi pemadaman bergilir. ‘’Skenario jangka pendek pemadaman masih sekitar dua hingga tiga kali pemadaman dalam enam bulan ini. Namun, jika pasokan daya dari PLTU Labuhan Angin dan pembangkit yang sebelumnya dalam perawatan masuk, maka dipastikan pemadaman akan berkurang,’’ tambahnya.
PLTU Labuhan Angin 2x115 MW yang terdapat di Sibolga, Sumatera Utara diharapkan dapat membantu kondisi kelistrikan di Riau. Saat ini, hanya satu unit dari pembangkit PLTU Labuhan Angin yang bisa beroperasi dan menyumbang pasokan daya sebanyak 30 MW untuk Riau, sedangkan satunya lagi masih dalam tahap persiapan. Setidaknya terdapat enam pembangkit yang dalam proses maintenance seperti PLTU Ombilin, PLTG Tarahan, PLTG Indralaya, PLTG Pauh Limo dan PLTG TM Borang.
Solusi Jangka Pendek
Untuk itu, lanjut Robert, solusi jangka pendek dalam menghadapi kondisi kelistrikan ini terletak pada bantuan tiga perusahaan swasta yang terdapat di Riau yakni PT Indah Kiat Pulp Paper (IKPP), PT Riau Andalan Pulp Paper (RAPP) dan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). PLN siap membeli kelebihan daya tiga perusahaan tersebut. ‘’Berapa pastinya kelebihan daya yang mereka punya, PLN tidak mengetahuinya. PLN hanya mengetahui berapa kapasitas terpasang yang mereka punya. Tapi untuk IKPP dan RAPP PLN siap untuk membeli 10 MW dari masing-masing perusahaan tersebut termasuk yang saat ini telah dikerjasamakan,’’ terang Robert yang mengaku akan melakukan pertemuan dengan ketiga perusahaan tersebut dalam waktu dekat.
Selain itu, solusi lain dengan melakukan Demand Site Management (DSM) yang mengatur penggunaan daya bagi pelanggan-pelanggan besar seperti mall dan hotel, terutama pada beban puncak dan mampu menghemat daya sekitar 10,4 MW hingga 15 MW. Selain itu pemadaman beberapa lampu jalan bisa menghemat daya 3 hingga 6 MW. Terakhir, PLN rencananya akan membeli daya dari pabrik sawit yang terdapat di Riau, meski dayanya hanya 1 sampai 2 MW saja. “Diharapkan dapat mengurangi pemadaman,’’ ujar Shodiq singkat.
Hanya Satu Turbin PLTA Koto Panjang Beroperasi
Dari pemantauan Riau Pos di PLTA Koto Panjang Selasa (25/8), intensitas hujan yang terjadi di Riau cukup tinggi akhir-akhir ini ternyata tidak berpengaruh banyak kepada debit air waduk. Sebulan lalu, saat Riau Pos mengunjungi waduk mendapati kondisi air elevasi ketinggian 76 meter di atas permukaan laut (DPL). Kemarin, ternyata debit air tidak bertambah secara signifikan yaitu mencapai 77 meter DPL. Artinya, penambahan elevasi air hanya satu meter. Kondisi ketinggian antara 76-79 meter dpl, hanya bisa menggerakkan satu turbin saja dengan daya maksimal yang dihasilkan 25 MW. Itu artinya, kondisi air sebulan dan saat ini sama dengan hanya mampu menggerakkan satu turbin saja.
Manajer PLTA Koto Panjang, Imran Sembiring didampingi dua orang stafnya di lokasi PLTA yang dibangun Jepang tersebut menye-butkan, kenaikan air beberapa waktu belakangan ini hanya mampu untuk menambah kecepatan gerak turbin sehingga menaikkan daya yang dihasilkan menjadi 25 MW. Sebulan sebelumnya dengan elevasi air hanya 73 meter, daya maksimal yang dihasilkan 24 MW.
“Dengan kondisi air saat ini kalau tetap dipaksakan hidup dua turbin, maka bisa retak bangunan PLTA. Kalau elevasi air naik sampai 79, maka kita akan hidupkan dua turbin. Kalau naik sampai 80 meter, maka kita hidupkan tiga turbin sekaligus sehingga bisa menghasilkan daya maksimal,’’ terangnya.
Ditanya lebih jauh apakah air di waduk PLTA Koto Panjang dibuka untuk dibuang ke sungai sehingga debit air tidak meninggi? Imran menjawab, bahwa pintu air akan dibuka jika ketinggian air mencapai 85 meter. Di bawah itu, PLTA Koto Panjang katanya harus menyimpan cadangan air. Termasuk dengan kondisi air saat ini, PLTA Koto Panjang tidak mungkin memutar maksimal turbin karena akan berpengaruh pada kestabilan air.
“Kalau kita maksimalkan, cadangan air hanya bisa bertahan beberapa hari. Bisa-bisa Idul Fitri nanti kondisi makin parah lagi,’’ ujar Imran.
Bagaimana pasokan interkoneksi dari provinsi tetangga? Ternyata kata Imran keadaan perbaikan PLTA Ombilin dan tempat lainnya tidak mengurangi sama sekali pasokan. Dari Sumbar pasokan interkoneksi untuk Riau 100 MW dan dari Sumut sebesar 30 MW. Kalau pasokan dari Sumbar berkurang, maka katanya tegangan bisa tidak stabil yang akan mengakibatkan fatal interkoneksi.
“Bagaimanapun keadaanya, pasokan interkoneksi untuk Riau tetap sama. Kalau kurang saja sampai 80 MW, kita langsung telepon karena akan menyebabkan gangguan tegangan,’’ urai Imran di atas bendungan PLTA Koto Panjang pada ketinggian 87 meter.
Imran mengutarakan, kondisi tahun 2009 ini terparah terhadap kekurangan air. Ia katakan, hal itu disebabkan pengurasakan hutan di kawasan tangkapan air PLTA Koto Panjang. Imran menyebutkan angka 30 persen yang sudah terjadi kerusakan pada hutan di sekitar kawasan PLTA Koto Panjang. Dari kawasan waduk, Riau Pos memang melihat hutan-hutan yang sudah ditebangi dan berganti dengan kebun sawit.
‘’Coba lihat saja itu, sudah gundul. Perlu ketegasan dari Pemda dan Dinas Kehutanan dalam mengamankan kawasan tangkapan air ini. Kita tidak bisa berbuat apa-apa karena lahan yang diganti rugi, hanya pada ketinggian air 85 meter. Diluar itu, penegasan dari Pemda setempatlah,’’ terangnya.
Apalagi, katanya, kalau tidak dibangun pembangkit baru, maka krisis listrik di Riau pada 2010 akan menjadi-jadi. Krisis lis-trik di Riau akan terasa terus-menerus setiap tahun, setiap kali musim kemarau datang. Dan dengan pertambahan pendudukan dan pembangunan, maka bisa diatasi dengan ketersediaan daya.
“Dibangun pembangkit baru 2 x 100 MW, itupun hanya untuk mengatasi hingga 2010. Setelah itu, harus dibangun baru lagi. Riau saat ini maksimal hanya bisa hasilkan 180 MW dan suntikan intekoneksi 130 MW. Beban puncak untuk Pekanbaru sekitarnya saja mencapai 300 MW. Ini harus segera dibangun dan tidak perlu gontok-gontokan, duduk bersama koordinasi dan bangun pembangkit yang baru,’’ ujar Imran yang sudah lima tahun di PLTA Koto Panjang dan berpindah-pindah mengepalai pembangkit di areal Sumbangut.
Bagaimana dengan proyek hujan buatan yang dilaksanakan PLN bekerjasama dengan BMG, dikatakannya sudah selesai dilaksanakan. Dikatakan, proyek tersebut sedikit banyaknya ada memberikan hasil namun saat ini memang sudah masuk pada siklus hujan sehingga tidak perlu lagi dilakukan hujan buatan.
“Kita yakin dalam beberapa hari ke depan, hujan akan menambah debit air sehingga bisa menggerakkan dua turbin. Kalau sudah dua turbin yang digerakkan, kita langsung telepon ke PLN Wilayah dan kepada Pusat Pengaturan Penyaluran Beban (P3B) Sumatera. Kita hanya sebagai penghasil daya, untuk pembagian dan pemasaran bukan tugas kita lagi,’’ tuturnya.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang itu sendiri dimulai pembangunannya sejak 1990 dan beroperasi sekitar 1994-an. Proyek tersebut merupakan bantuan Pemerintah Jepang dengan biaya 31,177 miliar Yen dan bendungan Kotopanjang itu sendiri menggenangi empat desa di areal seluas 124 kilometer persegi. Sudah beroperasi sekitar 15 tahun, PLTA Koto Panjang ternyata tetap tidak bisa menga-tasi krisis listrik yang terjadi di Riau.
Bagikan 120 Genset
Sementara sebagai bentuk kepedulian PLN WRKR terhadap pelaksanaan ibadah selama Ramadan, maka PLN membagikan 120 genset kepada masjid-masjid yang terdapat di Pekanbaru. Hal ini disampaikan Manajer Sumber Daya Manusia Komunikasi Hukum dan Administrasi, Suwandi Siregar. ‘’Pemadaman memang tak bisa dihentikan, untuk itu PLN berencana memberikan ke masjid yang belum mempunyai genset di Pekanbaru,’’ ujar Suwandi.
Pemberian genset tersebut akan dilaksanakan dalam pekan ini. Dan pihaknya saat ini sedang melakukan pendataan. Suwandi mengatakan mengahabiskan dana sebesar Rp300 juta yang berasal dari dana Community Development (CD) PLN WRKR.
Riau Power Siap Operasikan Tiga Turbin
Sehari sebelumnya, solusi mengatasi krisis listrik juga diungkapkan Direktur Riau Investment Corporation (RIC), Rida K Liamsi. Melalui anak perusahaannya, PT Riau Power, tiga turbin hasil hibah eks PT CPI, untuk solusi jangka menengah akan mampu mengurangi krisis listrik yang ada di Provinsi Riau.
Namun meski sudah dihibahkan PT CPI kepada Pemprov Riau guna dikelola sejak tahun 2003 lalu, baru satu dari empat turbin tersebut yang beroperasi dan mampu memproduksi sekitar 18,5 MW melalui PT Riau Power.
“Itu baru satu, kalau tiga turbin eks PT CPI yang saat ini berada di Duri bisa beroperasi semua, maka krisis ini bisa diatasi. Persoalannya, hingga kini PLN belum bisa memastikan, siap membeli energi listrik bila tiga turbin ini nantinya bisa beroperasi,” kata Rida saat mengikuti hearing dengan PLN di DPRD Pekanbaru, Senin (24/8).
Ketidakpastian ini dipahami oleh Rida, karena PLN memiliki regulasi dan ketentuan soal jual beli energi yang diatur secara nasional. Termasuk juga perihal ketersediaan pasokan gas sebagai bahan bakar utama pembangkit yang dinilai cukup murah.
“Percuma ada pembangkit sementara bahan bakar gasnya tidak pasti tersedia. Hal ini tentu kembali lagi pada kesepakatan kontrak antara PLN dengan PT Kalila. Kalau memang PLN siap membeli dan pasokan gas memang ada, kapanpun mau, tiga turbin itu siap dioperasikan karena kondisinya sangat bagus,” jelas Rida.
Saat ini, tiga turbin eks PT CPI yang bisa menjadi pembangkit listrik tersebut kata Rida bergantung pada pasokan gas. “Bisa saja kita operasikan di Duri atau dimana saja, asalkan ada pasokan gasnya. Kalau gas sudah ada, lalu PLN pasti mau membeli dengan harga yang sesuai, tentu tiga turbin ini siap mengatasi krisis yang ada dalam jangka pendek,” katanya.
Untuk investasi operasional tiga turbin tersebut kata Rida, diperlukan biaya mencapai Rp90 Miliar. “Untuk memindahkan dan operasional satu turbin, perlu investasi sekitar Rp30 mili-ar. Kalau tiga turbin ini bisa beroperasi, bisa memproduksi sekitar 42 MW,” jelasnya.
Sementara Robert Aritonang mengatakan, bahwa PLN siap membeli energi listrik. Bahkan potensi tiga turbin eks PT CPI yang pengelolaannya diserahkan PT Riau Power, menjadi salahsatu prioritas PLN guna mengatasi krisis listrik di Riau. “Tapi syaratnya adalah berbahan bakar gas, karena lebih murah. Persoalan anggaran adalah masalah utama PLN. PT Riau Power menjadi prioritas kami asalkan memang pasokan gas dipastikan terjamin,” kata Aritonang.
Persoalan kepastian pasokan gas inipun menjadi perhatian Pansus krisis listrik DPRD Kota Pekanbaru. Sudah seharusnya Pemprov Riau dan pemerintah kabupaten/kota mendesak agar krisis listrik di Riau menjadi perhatian di tingkat pusat. “Apapun solusi yang dinilai bisa mengatasi krisis harus dilaksanakan sesegera mungkin,” tegas Sabarudi, Ketua Pansus.
Sementara itu, Kabid Kelistrikan dan Energi Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Riau Abdi Haro mengatakan, agar PLN tidak berjalan sendiri dalam mengatasi krisis listrik yang ada. Perjuangan mengatasi krisis listrik ini harus bersa-ma-sama. “PLN jangan menghadap ke pusat sendirian, tapi ajaklah juga perwakilan dari Pemprov Riau dan Pemda Kabupaten/Kota. Harus duduk sama-sama satu visi dan misi ke tingkat pusat. Baru krisis ini menemukan solusi yang konkret,” tegas Abdi.
Buka Hotline Pengaduan Masyarakat
Untuk memberikan kemudahan terhadap masyarakat untuk menampung aspirasi, serta permasalahan akibat pemadaman bergilir PLN telah membuka sepuluh nomor telepon pengaduan masyarakat. Sepuluh nomor telepon ini langsung dipegang oleh manajer area cabang yang ada di seluruh Provinsi Riau dan aktif selama 24 jam. “Terlebih pada permasalahan yang timbul akibat pemada-man yang dilakukan seperti melonjaknya tagihan, maka masyarakat dapat langsung mengadukan ke hotline PLN tersebut,’’ ujar Robert.
Begitu juga dengan pemadaman yang dilakukan PLN yang dinilai masyarakat tidak teratur. Kepala Cabang PLN Pekanbaru Ericson mengatakan, dalam proses switching atau penggantian memang memerlukan waktu hingga 15 menit. ‘’Misalnya saja terjadi pemadaman pukul 09.00 WIB, maka bisa saja pemadaman dimulai pukul 08.45 WIB. Begitu juga jaringan PLN yang tak hanya sekilo dua kilometer tetapi beribu-ribu kilometer,’’ terang Ericson.
Sementara itu, Manajer Niaga Bambang Setyo Hadi Cahyono mengatakan, kompensasi yang diberikan PLN kepada pelanggan tergantung Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) di PLN. Kompensasi diberikan setelah melewati pemadaman 3x24 jam. ‘’Itu sudah merupakan standarisasi dari PLN,’’ ujar Bambang.
Dalam surat keputusan menteri ESDM nomor 1616K/36/MEM/2003 Pasal 6 ayat 3 dinyatakan bahwa PLN yang mempunyai kinerja buruk harus memberikan kompensasi kepada masyarakat, berupa diskon sepuluh persen untuk pembayaran bulan berikutnya.
Pembayaran kompensasi ini sudah dilakukan di Solo, dimana jika pemadaman dilakukan melewati 19 jam, maka akan diberikan kompensasi. Hal ini langsung dijawab Manajer Teknik Shodiq yang menya-takan terjadi perbedaan antara TMP Solo dan Riau. Di Solo, Keputusan Menteri ESDM itu memang diberlakukan, sebab pelanggan dirugikan dalam kondisi kelistrikan normal. ‘’Sedangkan di Riau, kondisi kelistrikan tidak normal,’’ jawab Shodiq, sambil menjelaskan bahwa kekurangan daya diakibatkan kerusakan turbin dan maintenance mesin di sistem interkoneksi.
Belum Punya Perencanaan Khusus
Sementara Wakil Gubernur Riau (Wagubri) HR Mambang Mit mengatakan, apapun alasan PLN, tetap saja masyarakat menilai perusahaan ini tidak memiliki perencanaan khusus dalam memberikan pelayanan ketenagalistrikan di Riau. Lagi pula, pemadaman listrik sudah terjadi setiap tahun.
Namun lanjutnya, pada bulan Ramadan baru tahun 2009 terjadi pemadaman listrik secara terus menerus. Artinya, apa yang diharapkan masyarakat mengenai kinerja PLN, ternyata tidak bisa direalisasikan.
“Kita sudah panggil GM PLN untuk mengatasi permasalahan ini dengan baik. Seharusnya perhatian dari PLN bisa lebih jeli lagi dalam melakukan pemadaman. Durasi diatur, saat buka, sahur dan tarawih bisa dilayani dengan baik. Jangan justru dipadam-kan,’’ tambahnya.
Wagubri berpendapat, antisipasi perencanaan PLN tidak benar. UU ketenagalistrikan yang dianut PLN, sambungnya, sebenarnya untuk melindungi masyarakat. Bukan sebaliknya membuat masyarakat merasa dirugikan. “Kita menyesalkan apa yang dilakukan PLN. Oleh karena itu UU harus diubah untuk ditinjau ulang. Berikan keleluasaan penuh bagi daerah untuk memenuhi keperluan kelistrikan daerahnya,’’ ujar dia.
Dikatakan, untuk mengatasi permasalahan ketenagalistrikan ini, Pemprov Riau sedang berusaha mencari alternatif baru. Di antaranya mengundang tim ahli dari Jerman. Tim ahli ini akan membantu Riau mencari sumber energi terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik baru.
Selain itu, Wagubri juga meminta setiap perusahaan yang beroperasi di Bumi Lancang Kuning sudah selayaknya membantu mengatasi krisis listrik saat ini bukan menghitung untung dan rugi. Bukan hanya menyediakan barang lalu pemerintah diminta mengelola. “Kalau memang ingin membantu langsung saja. Kita tidak minta banyak. Sumber energi yang lebih saja kita inginkan. Bukan penuh, perusahaan yang saya maksud seharusnya tahulah,’’ ujarnya.
Pemko dan Pemprov Pernah Surati.
Mengenai pemadaman saat berbuka dan sahur ini, Wali Kota Pekanbaru pernah menyurati secara resmi PLN Cabang Pekanbaru. Begitu juga dengan Gubernur Riau yang menyurati PLN Wilayah Riau dan Kepri. “Pemerintah Kota sudah menyurati dan Pemprov juga sudah menyurati PLN agar selama puasa Ramadan tak ada pemadaman lis-trik. Tapi kejadiannya seperti sekarang juga tetap saja mati,’’ jelas Wali Kota Pekanbaru Drs H Herman Abdullah MM kepada warta-wan di Masjid Agung An-Nur, Selasa (25/8) pagi.
Itu sudah dibicarakan bersama Muspida, seharusnya pihak PLN sudah membuat kebijakan jangka pendek. Tapi kata Herman, dilihat dari pemadaman sekarang PLN kurang perencanaan. Karena sampai sekarang PLN masih saja mematikan listrik untuk Riau dan Pekan-baru khususnya. ‘’Kita masih dihantui pemadaman listrik dikarena-kan masih interkoneksi. Jadi masih tetap bergantung dengan provinsi tetangga,’’ jelasnya.
Usaha yang perlu dilakukan hanya satu menggesa Menteri ESDM menetapkan pembangunan daya listrik 2x100 MW di Riau. ‘’Jika itu segera dilakukan dan dibuat maka bisa menyelesaikan masalah krisis listrik di Pekanbaru dan Riau ini,’’ jelasnya.
Dari Jakarta dilaporkan, anggota DPR RI asal Riau Ir M Idris Laena mengungkapkan program pemerintahan pusat mengenai pembangunan pembangkit 10.000 MW harus diberikan kepada daerah yang betul-betul memerlukan. Sehingga dengan kehadiran PLTU tersebut bisa mengatasi krisis listrik yang berkepanjangan.
“Kalau kita lihat saat ini mengenai kelistrikan yang terja-di di Provinsi Riau sangat memprihatinkan sekali, sebab Riau termasuk tingkat perekonomiannya berkembang pesat. Makanya Riau harus mendapat perioritas utama dari pemerintah untuk mengarahkan program pembangunan PLTU tersebut, sehingga semua biar seimbang,” ujarnya kepada Riau Pos, kemarin.
Oleh karena itu, lanjut Idris, Riau yang tidak termasuk dalam tahap pertama crash program itu, harus dimasukkan melihat kondisi listrik saat ini. Salah satunya dengan mengakomodir usulan Pemprov Riau perubahan Keppres sehingga Riau termasuk di dalam program tahap pertama tersebut. “Saat ini kita masih menunggu perubahan dari Perpres yang sedang diproses oleh pemerintah. Namun sudah mengawal dan mem-berikan masukan supaya program tersebut diarahkan kepada daerah yang memang kondisi listriknya tidak memprihatinkan, terutama provinsi Riau” ujarnnya.(afz/rpg/ind/gem/hpz/yud/esi/new/fia)
Komentar
makin kacau saja nih...
krisis listrik telah meraja lela..
kini pemadaman listrik terjadi di beberapa daerah.
ini tentu saja merugikan banyak pihak.
pemadaman ini diakibatkan karena konsumen pemakai listrik terus meningkat.
sedangkan pasokannya belum memenuhi.
pemadaman ini juga terjadi karena PLN menderita kerugian besar.
dimana tindakan pencurian listrik sudah merajalela
sehingga tidak terkonrol lagi pemakaian listriknya.
sehingga PLN tidak dapat mendistribusikan pasokan kedaerah2 yang terkena pemadaman bergilir.
semoga saja pemadaman ini bisa segera diselesaikan.
semoga saja perawatan serta penambahan genset oleh PLN pada induk2 pusat bisa selesai secepatnya.
Iklan