Langsung ke konten utama

UU Pornografi - tulisan asyik!!

forward dari milist sd-islam

Surabaya Post, sabtu 11 Oktober 2008.


Politik Pornografi di Indonesia

Sirikit Syah

Seru juga perdebatan pro-kontra pornografi di tanah air. RUU ini sudah dibahas di DPR sejak awal reformasi. Sudah 10 tahun. Betapa besar biayanya. Memangnya tak ada hal lain yang lebih patut dibiayai? Bukankah persoalan susila sudah dibahas di banyak UU atau aturan lain? Sebut saja KUHP, UU Penyiaran, UU Pers, UU Pelindungan Anak. Lalu, mengapa perlu UU Pronografi?

Pada tahun 2006, saya termasuk menentang RUU yang semula bernama APP (Anti Pornografi dan Pornoaksi). Dari segi content, misalnya, sepasang suami istri yang berciuman di bandara untuk mengucapkan selamat tinggal, bisa dikenai pasal "melakukan pornoaksi di depan umum". Keberatan saya juga karena adanya pemborosan anggaran negara untuk hal yang para legislatornya saja kurang mengerti. Tidak seperti para aktivis perempuan dan kaum liberal, saya tidak sedang membela kaum perempuan (saya juga membela anak-anak, laki-laki, orangtua, dan gender ketiga).

Manusia berubah, tak terkecuali saya. Saya sekarang menyatakan mendukung RUU Pornografi. Saya telah mempelajari dokumen-nya dan melihat kesungguh-sungguhan Pansus di DPR untuk menampung semua keberatan dalam perdebatan dua tahun ini. Draft yang tadinya terdiri dari 96 pasal, sekarang tinggal 48 pasal. Hal-hal aneh-aneh seperti "dugaan pornoaksi" banyak dihapus. Perlindungan terhadap kesenian, ritual adat, dan masyarakat tradisional, tersedia dengan manis di Pasal 14. Bila UU dan aturan lain kurang rinci dalam sanksi pelanggaran, RUU Pornografi ini berfungsi sebagai lex specialis yang dapat diterapkan. Tak ada lagi alasan menolak UU Pornografi ini.


Semua UU/aturan yang diajukan para penentang menggunakan istilah "kesusilaan", bukan "pornografi". Dalam praktiknya, pasal ini akan menjadi pasal karet, tarik ulur atas makna "melanggar kesusilaan". Beberapa kali kasus pornografi gagal dihukum dengan Pasal 282 KUHP karena kelonggaran makna "kesusilaan" ini. Tergantung hakim dan saksi ahli. Awal tahun 2007 majalah Playboy menang pengadilan karena para saksi ahli (wartawan, seniman) menyatakan isi majalah sama sekali tidak porno.

RUU Pornografi juga dituduh sebagai ancaman terhadap masyarakat tradisional. Para penentang membawa-bawa nama orang Bali (memangnya orang Bali masih suka bertelanjang dada?), dan rakyat pedalaman Papua yang masih menggunakan koteka. Tentu saja pemakai koteka tak akan ditangkap dan dihukum karena pornografi. Lagipula, mari kita bertanya pada diri sendiri: kita akan melanggengkan primitivisme (manusia tak berbusana), atau memajukan peradaban (mem-busana-kan masyarakat pedalaman)?

Masyarakat Papua tentu saja dijamin hak asasinya bila tetap ingin mengenakan koteka. Namun perkembangan alamiah manusia adalah menuju kemajuan. Rasa malu diturunkan secara manusiawi oleh Nabi Adam dan Siti Hawa (yang menutupi aurat dengan daun-daunan di Taman Surga). Secara natural, manusia memiliki rasa malu. Wajar bila pemakai koteka akan memilih mengenakan sarung, rok, atau pantalon untuk menutupi auratnya, terutama setelah mereka berinteraksi dengan masyarakat luas.

Para penentang juga menuntut "kebebasan memiliki dan memutar video porno" di kalangan manusia dewasa, karena manusia dewasa diharapkan/dipercaya dapat bertanggungjawab. Seandainya klaim itu benar, bahwa semua manusia dewasa bertanggungjawab, betapa amannya dunia ini. Dalam perspektif lain, meskipun ditonton secara pribadi, pernahkah mereka berpikir: siapa yang memainkan adegan porno itu? Jangan-jangan anak di bawah umur, atau perempuan yang diperdagangkan? Dimana empati mereka? Para penggemar video porno (sebagai terapi seks) sebaiknya memfilmkan diri sendiri saja.

Banyak sekali tuduhan sangar pada RUU Pornografi, antara lain "tirani mayoritas atas minoritas", "diskriminatif terhadap perempuan", "memasung kreativitas seni", dan yang paling seram "agenda Islamisasi/Talibanisasi". Ini semua kekuatiran berlebihan. Di alam demokrasi, kemenangan mayoritas sangat wajar, dan tidak berarti tirani terhadap minoritas. UU Pornografi jauh dari menindas perempuan, melainkan menjunjung tinggi derajad dan martabat perempuan.

Akan halnya kreativitas seni, sastrawan Taufik Ismail dalam pidatonya saat Uji Publik RUU Pornografi, 17 September di Jakarta, mengatakan: "Apakah seniman betul-betul kering kreativitas, sehingga tak bisa lagi menulis tentang kemiskinan, kebodohan, penindasan ekonomi, budaya, dll?" Dia secara tajam juga menyerang masyarakat seniman SMS (Sastra Madzab Selangkang) dan FAK (Fiksi Alat Kelamin) yang kini marak di kalangan penulis muda dengan sasaran generasi muda.

Apakah RUU Pornografi ini adalah gerakan Islamisasi/Talibanisasi? Di sinilah letak permainan politik para penentang. Mereka menggunakan berbagai cara, dari isu gender (diskriminasi perempuan), isu kedaerahan (mengancam masyarakat Bali dan Papuan), hingga yang paling sensitif: membenturkan Islam vs non-Islam. Padahal, semua agama dan kitab suci tidak menyetujui pornografi.

Gerakan politik penggagalan UU Pornografi ini keras menggema di berbagai media dan forum, berupa kutipan pernyataan maupun artikel, hingga ke seminar-seminar akademik dan politik. Terakhir, para penentang mengusung unsur paling sederhana, yaitu "definisi pornografi", dan mempersoalkan frasa "menimbulkan hasrat seksual". Di berbagai kamus bahasa Inggris tentang definisi 'pornography', memang unsur "sexual arousal" terdapat di situ, bukan semata karangan Panus UU Pornografi. Akan halnya pertanyaan "siapa yang akan terangsang?", ini tak akan selesai diperdebatkan. Bisa saja para pelapor pornografi adalah kaum yang mudah terangsang. Tapi, bisa juga para penentang RUU adalah kaum frigid atau impoten yang sulit terangsang. Kita serahkan saja pada para ahlinya, melalui proses pengadilan, bila ada kasus yang dilaporkan.

Penulis adalah pengamat media

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKU RAPORT PAUD DAN PLAYGROUP

Mengingat banyaknya temen-temen yang mampir ke Blog mencari contoh format Buku Raport PAUD dan Playgroup atau apapun istilahnya, buku laporan perkembangan anak didik PAUD dan sebagainya silahkan tinggalkan alamat email di komentar atau shoutbox. Mohon maaf tidak bisa diposting karena filenya berupa format MS Word. Update 25/12/2013: Ini sudah dapat diupload contoh format raport nya di sini Link nya : http://www.scribd.com/doc/193654421/Cover-Buku-Penghubung-PG Semoga bermanfaat

Kelas YouTube Gratis

GRATIS 🌹🌹 Kelas Gratis belajar YouTube bersama Priangga. Priangga Otviapta, seorang digital marketer sejak 2015 hingga saat ini. Disini kamu akan belajar dari pengalamannya selama bertahun-tahun. Langsung cek link pendaftarannya di bawah ini Kelas YouTube Gratis Atau Klik di sini

Wisuda

Tanggal 28 Juni 2007, anak-anak playgroup angkatan ke-3 dan TK angkatan pertama wisuda. Menurut laporan dari Kepala Sekolah, tahun ini ada 16 orang siswa playgroup yang ikut wisuda dari 32 murid dan 10 dari 12 murid TK. Syukurlah, akhirnya tahun ajaran ini bisa dilewati dengan "lancar"… :( dengan segala macam perjuangan di dalamnya…salut buat guru-guru dan pengelola sekolah. Dengan fasilitas "seadanya" mereka tetap semangat. Malah orang-orang yayasan yang mesti dievaluasi. Beberapa catatan setelah berakhirnya tahun ajaran 2006-2007 : Playgroup sudah Ok, namanya sudah identik dan melekat di masyarakat…kalau nanya "Playgroup"…(istilahnya pun masih baru untuk ukuran sini) orang pasti ingatnya ke Playgroup INSANI. :)) paling tidak para tukang becak udah pada hafal. TK, masih perlu banyak pembenahan selain masih baru -angkatan 1- sudah banyak juga TK yang mapan di sini. Dengan backing cukup kuat, TK pertiwi milik Dharma wanita, Bhayangkari milik Polres, Kartik...