sumber: http://www.diknas.go.id/pers.php?id=44
Sebelas Kebijakan Terobosan Lanjutan Masal Pendidikan
04-05-2009 09:51:13
Jakarta, Sabtu (2 Mei 2009)--Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada 2009 telah menetapkan sebelas kebijakan terobosan lanjutan secara masal pendidikan. Pada akhir 2008 hampir seluruh indikator kinerja utama rencana strategis tercapai dengan baik, bahkan banyak yang melampaui target. Kebijakan masal pendidikan selama ini telah menunjukkan hasil-hasil yang positif.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo pada upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2009 di Depdiknas, Jakarta, Sabtu (2/05/2009). Tema peringatan Hardiknas 2009 adalah Pendidikan Sains, Teknologi, dan Seni Menjamin Pembangunan Berkelanjutan dan Meningkatkan Daya Saing Bangsa.
Mendiknas menyebutkan sebelas terobosan masal pendidikan, yakni melanjutkan pendanaan pendidikan secara massal, melanjutkan peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik, penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk e-pembelajaran dan e-administrasi, pembangunan prasarana dan sarana pendidikan, rehabilitasi prasarana dan sarana pendidikan, dan reformasi perbukuan secara mendasar.
Selanjutnya, peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif, perbaikan rasio peserta didik SMK:SMA, otonomisasi satuan pendidikan, intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang tidak terjangkau pendidikan formal (reaching the unreached), serta penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan dengan pendekatan komprehensif.
Mendiknas mengatakan, dalam kurun waktu 2005-2008, pendanaan pendidikan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), BOS Buku, Bantuan Khusus Murid (BKM), Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM), dan program beasiswa telah menunjukkan hasil dan manfaat yang signifikan dalam pengembangan mutu pendidikan di Tanah Air. "Program BOS selama ini telah membebaskan sebanyak 70,3 persen murid SD/MI dan SMP/MTs dari pungutan biaya operasional dan semua siswa miskin bebas dari pungutan tersebut," katanya.
Lebih lanjut Mendiknas mengatakan, dengan peningkatan biaya satuan BOS yang cukup signifikan maka mulai 2009 program BOS membebaskan seluruh peserta didik SD negeri dan SMP negeri dari semua pungutan biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). "Tahun 2008 kita berhasil menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pada tingkat nasional," katanya.
Selanjutnya, kata Mendiknas, dalam hal peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik maka sesuai dengan Undang-Undang No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, sejak 2006 sekitar 1,75 juta guru yang belum memperoleh S1/D4 harus meraih derajat tersebut dalam waktu sepuluh tahun. Kemudian, kata Mendiknas, sekitar 150.000 dosen yang belum S2 atau S3 harus meraihnya dalam waktu sepuluh tahun. "Seiring dengan upaya tersebut maka bagi para guru dan dosen yang telah berhasil memenuhi persyaratan undang-undang tersebut kesejahteraannya ditingkatkan menjadi sekitar dua kali lipat," katanya.
Mendiknas mengatakan, dalam mengembangkan infrastruktur TIK untuk e-pembelajaran dan e- administrasi, telah tersambung melalui Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) puluhan ribu sekolah, ratusan perguruan tinggi dan seluruh kantor Depdiknas termasuk UPT di daerah, dan seluruh kantor pendidikan provinsi dan kabupaten/kota tersambung ke Jardiknas. "Pembangunan sarana-prasarana pendidikan juga terus ditingkatkan, dari PAUD hingga pendidikan tinggi," katanya.
Sampai dengan saat ini, kata Mendiknas, telah dibangun ribuan sekolah baru, puluhan ribu ruang kelas baru, ribuan perpustakaan dan laboratorium. Selain itu, lanjut Mendiknas, juga telah direhabilitasi ratusan ribu ruang kelas SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/SLB.
Sementara, kata Mendiknas, di bidang perbukuan Depdiknas telah melakukan reformasi secara mendasar, yaitu dengan membeli hak cipta buku dari penulis atau penerbit dan mengizinkan siapa saja untuk menggandakannya, menerbitkannya, atau memperdagangkannya dengan harga murah. Mendiknas menyebutkan, sampai saat ini Depdiknas telah membeli sebanyak 598 judul buku teks pelajaran, dengan harga eceran tertinggi (HET) yang berkisar antara Rp.4.387,00 sampai dengan Rp.29.986,00 per buku. "Dengan reformasi ini sekolah wajib menyediakan buku teks pelajaran sejumlah peserta didiknya, sehingga para peserta didik tidak perlu lagi membeli buku dan cukup meminjam dari perpustakaan, " katanya.
Lebih lanjut Mendiknas menyampaikan, peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif telah dilakukan secara sistematik terhadap semua satuan pendidikan, dengan cara meningkatkan acuan mutu standar pelayanan minimal (SPM), rintisan sekolah standar nasional (RSSN), sekolah standar nasional (SSN), rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
Adapun pada jenjang pendidikan tinggi, kata Mendiknas, beberapa perguruan tinggi kita telah mendapat pengakuan sebagai perguruan tinggi berkelas dunia (world class), menurut versi Times Higher Education Supplement (THES). "Tiga perguruan tinggi yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung, dengan jumlah program studi 520 telah masuk dalam peringkat 400 terbaik dunia dari 12.000 universitas di seluruh dunia," katanya.
Selain itu, lanjut Mendiknas, sebanyak 47 program studi Universitas Terbuka mendapatkan akreditasi dari International Council of Distance Education (ICDE). "Dengan demikian, maka program studi berkelas dunia sampai dengan saat ini mencapai 567 program studi yang melayani sekitar 12 persen dari seluruh mahasiswa Indonesia," katanya.
Sementara, kata Mendiknas, dalam perbaikan rasio peserta didik SMK:SMA, Depdiknas memiliki kebijakan membalik rasio itu dari 30:70 pada tahun 2004 menjadi 70:30 pada tahun 2015. "Sampai dengan akhir tahun 2008 rasio yang tercapai telah bergeser menjadi 46:54. Dengan demikian, selama empat tahun rasio tersebut telah bergeser 16 persen," katanya.
Mendiknas menjelaskan, berkenaan dengan otonomisasi satuan pendidikan, otonomi harus diimbangi dengan akuntabilitas yang setimpal. Dia mengatakan, pada tingkat sekolah/madrasah otonomi satuan pendidikan secara umum diberikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS), kecuali segelintir sekolah/madrasah yang menurut Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) dipersyaratkan untuk menjadi BHP. "Sementara untuk jenjang pendidikan tinggi, semua satuan pendidikan tinggi harus berbentuk BHP," katanya.
Mendiknas menyampaikan, dalam pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang tak terjangkau pendidikan formal (reaching the unreached) telah dilaksanakan program PAUD nonformal yang mendidik 10,48 juta anak. Program Paket A, kata Mendiknas, telah menyumbang angka partisipasi murni (APM) SD/MI 0,5 persen, program Paket B menyumbang angka partisipasi kasar (APK) SMP/MTs 3,96 persen, dan program Paket C menyumbang APK SMA/MA 2,96 persen.
Sementara, kata Mendiknas, buta aksara usia 15 tahun atau lebih menyisakan 9,7 juta orang atau 5,97 persen. "Insya Allah pada akhir tahun ini bisa kita turunkan menjadi lima persen," katanya.
Mendiknas menyebutkan, hampir 300.000 orang mengikuti pendidikan kecakapan hidup dan telah membangun ribuan Taman Bacaan Masyarakat (TBM), serta ratusan TBM mobil untuk daerah pedesaan yang jauh dari TBM.
Lebih lanjut Mendiknas mengatakan, dalam penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan dilakukan pendekatan komprehensif melalui penataan kelembagaan, penghilangan konflik kepentingan, peningkatan akuntabilitas, dan peningkatan standar mutu pelayanan publik.*** -GIM-
Untuk pengaduan dan informasi lain dapat anda kirimkan melalui:
SMS : 0811-976-929
Fax : 021-5703337
Telp : 021-5707303
Surat : PO.BOX 4490
E-mail : aspirasi@diknas.go.id
Komentar