Langsung ke konten utama

PEMENANGNYA ADALAH CALEG SUARA TERBANYAK

Ini jadi BERITA BESAR untuk Parpol, para Caleg terutama banyak efeknya, paling tidak yang di nomor urut atas harus bekerja lebih keras tidak sekedar dapat jatohan dari keringat orang lain. Bagi yang di urutan bawah bisa bergerak lebih dan hasilnya akan jadi miliknya sendiri. Yang jadi kekhawatiran :)) bakal banyak orang strees karena udah keluar dana untuk jadi caleg (Untuk daerah tingkat 2 banyak terjadi Caleg nomor urut 1 membiayai caleg2 di bawahnya terutama caleg perempuan untuk memenuhi kuota 30 persen) lah kalau yang terpilih orang yang dia biayai?

Terus, senayan tahun depan akan lebih sering masuk infotainment... lho? iya karena akan lebih banyak artis masuk senayan -pelawak juga- :)) akan ada partai mayoritas alegnya ngartis semua. waduh!!!

Pertanyaanya, suara pemilih yang hanya nyoblos lambang partai larinya ke mana ya?

Misalnya? Partai XXX

Pemilih logo partai : 1000
Caleg A (ketua DPC) : 540
Caleg B (tokoh) : 300
Caleg C (Sekjen) : 200
Caleg D (Artis dangdut):550
Caleg E (Pelawak) : 530

Total : 3.120
BPP : 3.000

Siapa yang harus duduk ya? Artis dangdut yang baru masuk jadi "kader" menjelang pemilu? -kalau berdasar UU yang direvisi MK- padahal dia cuma lebih banyak "10" suara dari sang ketua DPC... tragis!!! karena 1000 suara yang milih logo partai adalah hasil "kerja keras" ketua DPC -andil-

Aturan manusia -sekali lagi- tidak ada yang sempurna.







============================================
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=2065

Selasa , 23 Desember 2008 19:52:09
MK KABULKAN SEBAGIAN PERMOHONAN UJI UU PEMILU

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Hal ini dinyatakan Ketua MK, Moh. Mahfud MD dalam pembacaan putusan perkara No. 22&24/PUU-VI/2008, Selasa (23/12), di ruang sidang pleno MK.

Perkara No. 22/PUU-VI/2008 dimohonkan oleh Muhammad Sholeh, calon anggota DPRD Jawa Timur periode 2009-2014 untuk daerah pemilihan satu Surabaya-Sidoarjo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 214 huruf a, b, c, d, e UU a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Sementara itu, Perkara No 24/PUU-VI/2008 dimohonkan oleh perorangan warga negara, antara lain, Sutjipto, S.H., M.Kn. (Calon anggota DPR RI dari Partai Demokrat), Septi Notariana, S.H., M. Kn., (Calon anggota DPR RI dari Partai Demokrat) dan Jose Dima Satria, S.H., M.Kn., (calon pemilih 2009). Mereka meminta MK menyatakan Pasal 205 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 214 UU PEMILU bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 6A ayat (4), Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 214 UU a quo yang menentukan bahwa calon terpilih adalah calon yang mendapat di atas 30 persen dari BPP, atau menempati nomor urut lebih kecil, jika tidak ada yang memperoleh 30 persen dari BPP, atau yang menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30 persen dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta pemilu adalah inkonstitusional, karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat sebagaimana telah diuraikan di atas dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Hal tersebut, menurut MK, merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif. Akan benar-benar melanggar kedaulatan rakyat dan keadilan, jika ada dua orang calon yang mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem, terpaksa calon yang mendapat suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil.

Dilihat dari dimensi keadilan dalam pembangunan politik, pada saat ini Indonesia telah menganut sistem pemilihan langsung untuk Presiden dan Wakil Presiden, DPD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sehingga menjadi adil pula jika pemilihan anggota DPR atau DPRD juga bersifat langsung memilih orang tanpa mengurangi hak-hak politik partai politik, sehingga setiap calon anggota legislatif dapat menjadi anggota legislatif pada semua tingkatan sesuai dengan perjuangan dan perolehan dukungan suara masing-masing.

Selain itu, dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak, maka penentuan calon terpilih harus pula didasarkan pada siapapun calon anggota legislatif yang mendapat suara terbanyak secara berurutan, dan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan.

Dengan kata lain, setiap pemilihan tidak lagi menggunakan standar ganda, yaitu menggunakan nomor urut dan perolehan suara masing-masing Caleg. “Memberlakukan ketentuan yang memberikan hak kepada calon terpilih berdasarkan nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak,” ucap Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi.

Bahwa dengan adanya pengakuan terhadap kesamaan kedudukan hukum dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan (equality and opportunity before the law) sebagaimana diadopsi dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945, artinya setiap calon anggota legislatif mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama di hadapan hukum, memberlakukan suatu ketentuan hukum yang tidak sama atas dua keadaan yang sama adalah sama tidak adilnya dengan memberlakukan suatu ketentuan hukum yang sama atas dua keadaan yang tidak sama. Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 214 UU 10/2008 mengandung standar ganda sehingga dapat dinilai memberlakukan hukum yang berbeda terhadap keadaan yang sama sehingga dinilai tidak adil.

Dalam putusan ini, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). (Wiwik Budi Wasito)

Foto: Dok. Humas MK/Ardli N

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKU RAPORT PAUD DAN PLAYGROUP

Mengingat banyaknya temen-temen yang mampir ke Blog mencari contoh format Buku Raport PAUD dan Playgroup atau apapun istilahnya, buku laporan perkembangan anak didik PAUD dan sebagainya silahkan tinggalkan alamat email di komentar atau shoutbox. Mohon maaf tidak bisa diposting karena filenya berupa format MS Word. Update 25/12/2013: Ini sudah dapat diupload contoh format raport nya di sini Link nya : http://www.scribd.com/doc/193654421/Cover-Buku-Penghubung-PG Semoga bermanfaat

Kelas YouTube Gratis

GRATIS 🌹🌹 Kelas Gratis belajar YouTube bersama Priangga. Priangga Otviapta, seorang digital marketer sejak 2015 hingga saat ini. Disini kamu akan belajar dari pengalamannya selama bertahun-tahun. Langsung cek link pendaftarannya di bawah ini Kelas YouTube Gratis Atau Klik di sini

Wisuda

Tanggal 28 Juni 2007, anak-anak playgroup angkatan ke-3 dan TK angkatan pertama wisuda. Menurut laporan dari Kepala Sekolah, tahun ini ada 16 orang siswa playgroup yang ikut wisuda dari 32 murid dan 10 dari 12 murid TK. Syukurlah, akhirnya tahun ajaran ini bisa dilewati dengan "lancar"… :( dengan segala macam perjuangan di dalamnya…salut buat guru-guru dan pengelola sekolah. Dengan fasilitas "seadanya" mereka tetap semangat. Malah orang-orang yayasan yang mesti dievaluasi. Beberapa catatan setelah berakhirnya tahun ajaran 2006-2007 : Playgroup sudah Ok, namanya sudah identik dan melekat di masyarakat…kalau nanya "Playgroup"…(istilahnya pun masih baru untuk ukuran sini) orang pasti ingatnya ke Playgroup INSANI. :)) paling tidak para tukang becak udah pada hafal. TK, masih perlu banyak pembenahan selain masih baru -angkatan 1- sudah banyak juga TK yang mapan di sini. Dengan backing cukup kuat, TK pertiwi milik Dharma wanita, Bhayangkari milik Polres, Kartik...