ARTIKEL SERIAL RAMADHAN
(Bagian ke-4)
RAMADHAN, SAAT TEPAT BERTAUBAT
Kemuliaan dan keistimewaan bulan Ramadhan telah disadari. Di dalamnya ada rahmat, keberkahan, kebaikan, keselamatan, ampunan yang tak terhingga, pahala yang berlipat ganda, dan kenikmatan berlimpah ruah.
Karena itu, Rasulullah saw. menjelaskan dalam sabdanya, "seandainya manusia mengetahui kebaikan dan keistimewaan yang ada di bulan Ramadhan, maka mereka
akan menginginkan seandainya seluruh bulan yang ada menjadi bulan Ramadhan".
Semangat berlomba-lomba dalam ibadah dan kebaikan menjadi ciri khas dari Ramadhan. Secara umum, kecenderungan kaum muslimin meningkatkan ibadahnya sangat tinggi di bulan Ramadhan. Orang awam pun berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya, seperti: memakmurkan masjid, bersedekah, menambah shalat sunah, melaksanakan tarawih, memberikan buka puasa, dan lainnya. Semangat beribadah dan melakukan kebaikan belum sempurna bila seseorang belum memiliki kepedulian terhadap usaha menghindari perangkap-perangkap dosa.
Bahkan, memelihara dan menjaga diri dari dosa dan menjauhkan segala perangkap-perangkapnya, sangat besar fadhilah dan keutamaannya di sisi Allah swt. Mari kita renungkan riwayat hadits Rasulullah saw. yang menjelaskan tentang tujuh golongan yang akan dilindungi oleh Allah swt. di akhirat kelak, dimana tidak ada perlindungan selain perlindungan Allah swt.
Bulan Ramadhan di samping menyediakan banyak peluang ibadah dan kebaikan, ia juga membuka lebar-lebar pintu untuk menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. Upaya menjauhkan diri dari dosa dan maksiat, tidak terlepas dari keharusan orang bertaubat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dan maksiat mereka yang pernah terjerumus ke dalamnya. Itulah istighfar dan taubat.
1. Urgensi Taubat
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa, kecuali Rasulullah saw. Kenyataan ini mengharuskan setiap orang introspeksi diri dan kembali bertaubat kepada Allah swt. Rasulullah saw. sendiri yang telah bebas dari dosa, selalu beristighfar dan bertaubat tidak kurang dari tujuh puluh kali setiap hari. Dalam riwayat lain, seratus kali. (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam Al-Qur'an ditemukan banyak ayat tentang pentingnya bertaubat. Diantaranya, "dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian meraih kemenangan". (An-Nur: 30)
Ayat ini turun di Madinah kepada generasi terbaik umat ini, dari Muhajirin dan Anshar. Bahwa, bila mereka ingin meraih kemenangan, kejayaan, dan kebahagiaan, maka harus dengan syarat bertaubat. Padahal, mereka telah mempersembahkan segalanya untuk perjuangan iman melawan siksaan dan intimidasi kafir Quraisy, menghadapi segala rintangan dan penderitaan dalam berhijrah, dan menghadapi kilatan pedang, serangan musuh, dan ancaman syahid dalam berjihad di medan perang.
Ayat ini seolah-olah menyatakan bahwa tidak cukup hanya dengan beriman, berhijrah, dan berjihad untuk mencapai kemenangan. Tetapi, harus pula dengan banyak bertaubat. Ayat lain menyatakan hakikat yang lebih menggetarkan hati. Allah swt. Berfirman, "dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka pasti orang-orang yang zhalim". (Al-Hujurat; 11).
2. Kewajiban Taubat dan Keutamaannya
Wahsyi, pembunuh Hamzah, paman tersayang Rasulullah saw. pernah ragu-ragu
masuk Islam, karena takut dosanya tidak akan terampuni dan taubatnya tidak diterima oleh Allah swt. Namun, setelah mendapat jawaban dari Rasulullah saw. berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an, tanpa ragu dia pun masuk Islam dan bertaubat menuju ke Madinah. Dari Ibnu Abbas ra. Berkata,
"sesungguhnya Wahsyi, pembunuh Hamzah ra. paman Rasulullah saw. menulis
surat kepada Rasulullah saw. dari Mekkah, yang menyebutkan bahwa sesungguhnya aku ingin masuk Islam, namun yang menjadi penghalangku dari masuk Islam, adalah ayat Al-Qur'an yang turun kepada Anda, yaitu firman Allah swt.,
"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)," (Al-Furqan; 68).
Aku telah melakukan tiga perkara itu. Sekarang apakah aku berpeluang untuk bertaubat?"
Kemudian turun firman Allah swt., "kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al-Furqan; 70). Rasulullah saw. pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu.
Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat, yaitu beramal shaleh, dan aku tidak tahu apakah aku dapat melakukan amal shaleh atau tidak? Kemudian turun firman Allah swt.,
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan
Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 116).
Rasulullah saw. pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu. Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat yang juga terdapat dalam ayat tersebut, dan aku tidak tahu apakah aku mendapatkan ampunan atau tidak?
Kemudian turun firman Allah swt.,
"Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia lah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Az-Zumar; 24).
Rasulullah saw. pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu. Wahsyi tidak lagi
melihat ada syarat dalam ayat tersebut, maka dia pun bertolak menuju Madinah dan masuk Islam."
Keadilan dan kebijakan Allah swt. menentukan bahwa setiap bani Adam berdosa,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah saw. dari Anas bin Malik, Rasulullah saw. bersabda,
"setiap anak Adam bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah Adalah orang-orang yang bertaubat". (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim ).
Namun, Allah swt. tidak zhalim terhadap manusia. Ketika mereka berpeluang untuk bersalah, maka Allah swt. membuka lebar-lebar pintu taubat untuk membersihkan dosa-dosanya.
Oleh karena itu, Allah swt. telah mewajibkan taubat atas setiap hamba-Nya. Allah swt. Berfirman,
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (QS. Ali Imran: 133-136).
Rasulullah saw. mengilustrasikan keutamaan taubat dalam haditsnya mengenai diri beliau sendiri, "aku adalah nabi taubat dan nabi yang penuh kasih sayang". (HR. Muslim).
Rasulullah saw. juga menggambarkan orang-orang yang bertaubat kepada Allah swt., bahwa mereka di sisi Allah swt. sangat mulia dan Allah swt. Sangat senang dengan taubat seseorang, lebih daripada senangnya seorang pengelana yang menemukan kembali onta beserta perbekalannya yang hilang di padang pasir, sedangkan dia sendiri tidak lagi memiliki perbekalan lainnya selain itu. Sehingga saking gembiranya, dia berseru; "Ya Allah swt. Engkau hambaku, dan aku adalah tuhan-Mu", tanpa dia sadari kekeliurannya yang sangat fatal.
3. Hakikat Taubat Nasuha dan Syarat-syaratnya
Hakikat taubat nasuha adalah kembali kepada Allah swt. dengan mengenal betul tentang sifat-sifat Allah swt., nama-nama-Nya, dan pengaruh-pengaruh-Nya dalam diri sendiri dan di alam semesta. Seorang yang kembali kepada Allah swt. harus disertai kesadaran bahwa dia telah lari dari Allah swt. Dan terperangkap dalam jerat musuh-Nya. Hal itu disebabkan kebodohannya akan hakikat Tuhannya dan keberanian menentang-Nya.
Seseorang harus benar-benar kembali kepada Allah swt. dengan niat membersihkan diri dan mendekat kepada-Nya, dengan memenuhi syarat-syarat sahnya taubat berikut ini:
1. Ikhlas karena Allah swt. bukan karena lainnya.
2. Langsung melepaskan diri dari dosa, tanpa menunda-nunda.
3. Menyesali perbuatan dosa.
4. Bertekad dan berazam tidak akan mengulanginya lagi.
5. Mengembalikan hak-hak anak Adam AS.
6. Masih dalam masa taubat yang diterima, yaitu;
a. Sebelum sakaratul maut
b. Sebelum matahari terbit dari ufuk Barat.
Setelah bertaubat, seseorang dapat mengecek hakikat taubatnya melalui:
1. apakah perasaan berdosa telah merasuk ke dalam jiwanya atau belum? Perasaan itu terdiri dari:
a. Perasaan akan adanya pelanggaran besar dan dosa
b. Perasaan akan keagungan Dzat Allah swt. yang dilanggar perintah-Nya dan larangan-Nya.
c. Perasaan akan kepastian balasan yang diterima karena pelanggaran itu, bila tidak bertaubat.
2. Selalu diliputi kekhawatiran dari ketidakmampuan menepati hak-hak taubat sehingga tidak diterima Allah swt. Kekhawatiran itu harus lebih ditingkatkan bila terdapat tanda-tanda kerancuan taubat berikut:
a. Mata yang masih buram akan kebenaran dan telinga yang masih terhalang oleh syahwat dari mendengar nasihat dan kata-kata yang hak dan benar.
b. Hati yang masih membeku dan belum mencair dengan sentuhan ayat-ayat Allah swt.
c. Nurani yang masih lengah dan lalai
d. Tidak gemar dan merasakan kenikmatan dalam menjalankan amal shalih
e. Motivasi bertaubat untuk meraih keuntungan dunia dan martabat baik di mata manusia lebih kuat dibanding karena ikhlas mencari ridha Allah swt. dan derajat tinggi di sisi Nya.
4. Tanda-tanda Taubat Diterima
Ada beberapa indikasi dan tanda taubat seseorang diterima Allah swt., diantaranya:
1. Kondisi, perilaku, dan akhlak seseorang lebih baik daripada sebelumnya.
2. Kekhawatiran selalu menghantuinya akan sanksi Allah swt. dan tidak pernah merasa aman darinya sekejap pun, bila melakukan kesalahan dan dosa lagi.
3. Hatinya diliputi penyesalan dan ketakutan akan keluar dari rahmat dan ridha-Nya
4. Harapan dan kerinduan yang mendalam dan selalu menggelitik hati untuk mencapai keridhaan Allah swt.
Demikianlah sekilas bahasan tentang taubat nasuha. Bulan Ramadhan yang penuh barakah ini sangat cocok untuk bertaubat, kemudian memulai hidup dengan lebih shalih dan lebih banyak beramal. Selamat berusaha maksimal.
Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan
Suci
Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA, Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT
Source: IKADI
"hendra"
(Bagian ke-4)
RAMADHAN, SAAT TEPAT BERTAUBAT
Kemuliaan dan keistimewaan bulan Ramadhan telah disadari. Di dalamnya ada rahmat, keberkahan, kebaikan, keselamatan, ampunan yang tak terhingga, pahala yang berlipat ganda, dan kenikmatan berlimpah ruah.
Karena itu, Rasulullah saw. menjelaskan dalam sabdanya, "seandainya manusia mengetahui kebaikan dan keistimewaan yang ada di bulan Ramadhan, maka mereka
akan menginginkan seandainya seluruh bulan yang ada menjadi bulan Ramadhan".
Semangat berlomba-lomba dalam ibadah dan kebaikan menjadi ciri khas dari Ramadhan. Secara umum, kecenderungan kaum muslimin meningkatkan ibadahnya sangat tinggi di bulan Ramadhan. Orang awam pun berlomba-lomba meningkatkan ibadahnya, seperti: memakmurkan masjid, bersedekah, menambah shalat sunah, melaksanakan tarawih, memberikan buka puasa, dan lainnya. Semangat beribadah dan melakukan kebaikan belum sempurna bila seseorang belum memiliki kepedulian terhadap usaha menghindari perangkap-perangkap dosa.
Bahkan, memelihara dan menjaga diri dari dosa dan menjauhkan segala perangkap-perangkapnya, sangat besar fadhilah dan keutamaannya di sisi Allah swt. Mari kita renungkan riwayat hadits Rasulullah saw. yang menjelaskan tentang tujuh golongan yang akan dilindungi oleh Allah swt. di akhirat kelak, dimana tidak ada perlindungan selain perlindungan Allah swt.
Bulan Ramadhan di samping menyediakan banyak peluang ibadah dan kebaikan, ia juga membuka lebar-lebar pintu untuk menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. Upaya menjauhkan diri dari dosa dan maksiat, tidak terlepas dari keharusan orang bertaubat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dan maksiat mereka yang pernah terjerumus ke dalamnya. Itulah istighfar dan taubat.
1. Urgensi Taubat
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa, kecuali Rasulullah saw. Kenyataan ini mengharuskan setiap orang introspeksi diri dan kembali bertaubat kepada Allah swt. Rasulullah saw. sendiri yang telah bebas dari dosa, selalu beristighfar dan bertaubat tidak kurang dari tujuh puluh kali setiap hari. Dalam riwayat lain, seratus kali. (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam Al-Qur'an ditemukan banyak ayat tentang pentingnya bertaubat. Diantaranya, "dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian meraih kemenangan". (An-Nur: 30)
Ayat ini turun di Madinah kepada generasi terbaik umat ini, dari Muhajirin dan Anshar. Bahwa, bila mereka ingin meraih kemenangan, kejayaan, dan kebahagiaan, maka harus dengan syarat bertaubat. Padahal, mereka telah mempersembahkan segalanya untuk perjuangan iman melawan siksaan dan intimidasi kafir Quraisy, menghadapi segala rintangan dan penderitaan dalam berhijrah, dan menghadapi kilatan pedang, serangan musuh, dan ancaman syahid dalam berjihad di medan perang.
Ayat ini seolah-olah menyatakan bahwa tidak cukup hanya dengan beriman, berhijrah, dan berjihad untuk mencapai kemenangan. Tetapi, harus pula dengan banyak bertaubat. Ayat lain menyatakan hakikat yang lebih menggetarkan hati. Allah swt. Berfirman, "dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka pasti orang-orang yang zhalim". (Al-Hujurat; 11).
2. Kewajiban Taubat dan Keutamaannya
Wahsyi, pembunuh Hamzah, paman tersayang Rasulullah saw. pernah ragu-ragu
masuk Islam, karena takut dosanya tidak akan terampuni dan taubatnya tidak diterima oleh Allah swt. Namun, setelah mendapat jawaban dari Rasulullah saw. berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an, tanpa ragu dia pun masuk Islam dan bertaubat menuju ke Madinah. Dari Ibnu Abbas ra. Berkata,
"sesungguhnya Wahsyi, pembunuh Hamzah ra. paman Rasulullah saw. menulis
surat kepada Rasulullah saw. dari Mekkah, yang menyebutkan bahwa sesungguhnya aku ingin masuk Islam, namun yang menjadi penghalangku dari masuk Islam, adalah ayat Al-Qur'an yang turun kepada Anda, yaitu firman Allah swt.,
"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)," (Al-Furqan; 68).
Aku telah melakukan tiga perkara itu. Sekarang apakah aku berpeluang untuk bertaubat?"
Kemudian turun firman Allah swt., "kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al-Furqan; 70). Rasulullah saw. pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu.
Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat, yaitu beramal shaleh, dan aku tidak tahu apakah aku dapat melakukan amal shaleh atau tidak? Kemudian turun firman Allah swt.,
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan
Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 116).
Rasulullah saw. pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu. Wahsyi menulis surat lagi yang isinya menyebutkan tentang syarat taubat yang juga terdapat dalam ayat tersebut, dan aku tidak tahu apakah aku mendapatkan ampunan atau tidak?
Kemudian turun firman Allah swt.,
"Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia lah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Az-Zumar; 24).
Rasulullah saw. pun membalas surat Wahsyi dengan ayat itu. Wahsyi tidak lagi
melihat ada syarat dalam ayat tersebut, maka dia pun bertolak menuju Madinah dan masuk Islam."
Keadilan dan kebijakan Allah swt. menentukan bahwa setiap bani Adam berdosa,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah saw. dari Anas bin Malik, Rasulullah saw. bersabda,
"setiap anak Adam bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah Adalah orang-orang yang bertaubat". (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim ).
Namun, Allah swt. tidak zhalim terhadap manusia. Ketika mereka berpeluang untuk bersalah, maka Allah swt. membuka lebar-lebar pintu taubat untuk membersihkan dosa-dosanya.
Oleh karena itu, Allah swt. telah mewajibkan taubat atas setiap hamba-Nya. Allah swt. Berfirman,
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (QS. Ali Imran: 133-136).
Rasulullah saw. mengilustrasikan keutamaan taubat dalam haditsnya mengenai diri beliau sendiri, "aku adalah nabi taubat dan nabi yang penuh kasih sayang". (HR. Muslim).
Rasulullah saw. juga menggambarkan orang-orang yang bertaubat kepada Allah swt., bahwa mereka di sisi Allah swt. sangat mulia dan Allah swt. Sangat senang dengan taubat seseorang, lebih daripada senangnya seorang pengelana yang menemukan kembali onta beserta perbekalannya yang hilang di padang pasir, sedangkan dia sendiri tidak lagi memiliki perbekalan lainnya selain itu. Sehingga saking gembiranya, dia berseru; "Ya Allah swt. Engkau hambaku, dan aku adalah tuhan-Mu", tanpa dia sadari kekeliurannya yang sangat fatal.
3. Hakikat Taubat Nasuha dan Syarat-syaratnya
Hakikat taubat nasuha adalah kembali kepada Allah swt. dengan mengenal betul tentang sifat-sifat Allah swt., nama-nama-Nya, dan pengaruh-pengaruh-Nya dalam diri sendiri dan di alam semesta. Seorang yang kembali kepada Allah swt. harus disertai kesadaran bahwa dia telah lari dari Allah swt. Dan terperangkap dalam jerat musuh-Nya. Hal itu disebabkan kebodohannya akan hakikat Tuhannya dan keberanian menentang-Nya.
Seseorang harus benar-benar kembali kepada Allah swt. dengan niat membersihkan diri dan mendekat kepada-Nya, dengan memenuhi syarat-syarat sahnya taubat berikut ini:
1. Ikhlas karena Allah swt. bukan karena lainnya.
2. Langsung melepaskan diri dari dosa, tanpa menunda-nunda.
3. Menyesali perbuatan dosa.
4. Bertekad dan berazam tidak akan mengulanginya lagi.
5. Mengembalikan hak-hak anak Adam AS.
6. Masih dalam masa taubat yang diterima, yaitu;
a. Sebelum sakaratul maut
b. Sebelum matahari terbit dari ufuk Barat.
Setelah bertaubat, seseorang dapat mengecek hakikat taubatnya melalui:
1. apakah perasaan berdosa telah merasuk ke dalam jiwanya atau belum? Perasaan itu terdiri dari:
a. Perasaan akan adanya pelanggaran besar dan dosa
b. Perasaan akan keagungan Dzat Allah swt. yang dilanggar perintah-Nya dan larangan-Nya.
c. Perasaan akan kepastian balasan yang diterima karena pelanggaran itu, bila tidak bertaubat.
2. Selalu diliputi kekhawatiran dari ketidakmampuan menepati hak-hak taubat sehingga tidak diterima Allah swt. Kekhawatiran itu harus lebih ditingkatkan bila terdapat tanda-tanda kerancuan taubat berikut:
a. Mata yang masih buram akan kebenaran dan telinga yang masih terhalang oleh syahwat dari mendengar nasihat dan kata-kata yang hak dan benar.
b. Hati yang masih membeku dan belum mencair dengan sentuhan ayat-ayat Allah swt.
c. Nurani yang masih lengah dan lalai
d. Tidak gemar dan merasakan kenikmatan dalam menjalankan amal shalih
e. Motivasi bertaubat untuk meraih keuntungan dunia dan martabat baik di mata manusia lebih kuat dibanding karena ikhlas mencari ridha Allah swt. dan derajat tinggi di sisi Nya.
4. Tanda-tanda Taubat Diterima
Ada beberapa indikasi dan tanda taubat seseorang diterima Allah swt., diantaranya:
1. Kondisi, perilaku, dan akhlak seseorang lebih baik daripada sebelumnya.
2. Kekhawatiran selalu menghantuinya akan sanksi Allah swt. dan tidak pernah merasa aman darinya sekejap pun, bila melakukan kesalahan dan dosa lagi.
3. Hatinya diliputi penyesalan dan ketakutan akan keluar dari rahmat dan ridha-Nya
4. Harapan dan kerinduan yang mendalam dan selalu menggelitik hati untuk mencapai keridhaan Allah swt.
Demikianlah sekilas bahasan tentang taubat nasuha. Bulan Ramadhan yang penuh barakah ini sangat cocok untuk bertaubat, kemudian memulai hidup dengan lebih shalih dan lebih banyak beramal. Selamat berusaha maksimal.
Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan
Suci
Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA, Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT
Source: IKADI
"hendra"
Komentar