ARTIKEL SERIAL RAMADHAN
(Bagian ke-2)
TIPOLOGI MANUSIA PENYAMBUT RAMADHAN
Setiap bulan Ramadhan menjelang, kita bisa membagi kaum muslimin dalam beberapa kategori dan model, yaitu:
Pertama, kalangan yang sangat antusias menyambut Ramadhan, karena sadar akan
banyaknya bonus rahmat dan pahala yang akan mereka dapatkan di bulan itu.
Kedua, mereka yang biasa-biasa saja dalam menyambut kedatangan bulan suci
ini, tanpa ekspresi dan tanpa apresiasi apa-apa. Karena mereka tidak mengerti apa sebenarnya yang ada dalam Ramadhan.
Ketiga, mereka yang gembira dengan kedatangan Ramadhan, hanya karena mereka
diuntungkan secara materi walaupuan mereka miskin secara ruhani.
Keempat, golongan yang merasa ketakutan dengan kedatangan bulan Ramadhan.
Terus terang, klasifikasi ini baru saja saya dapatkan dan tiba-tiba saja muncul dari benak saya, ketika saya membaca beberapa buku dan melihat fenomena sosial yang berkembang di masyarakat. Saya pun tidak tahu, apakah klasifikasi itu benar atau malah salah dan mungkin mengada-ada. Namun sekali lagi, saya katakan bahwa fenomena itu ada, minimal yang penulis tangkap dari gejala sosial yang ada.
Golongan pertama adalah mereka yang menyadari sepenuhnya makna dan nilai
yang ada dalam Ramadhan. Sehingga, jauh-jauh hari sebelum bulan suci ini hadir di hadapannya, mereka telah berkemas-kemas untuk mengarungi perjalanan rohani yang demikian mengasyikkan.
Semua perbekalan untuk menjalani perjalanan rohani itu telah mereka persiapkan dengan sebaik-baiknya dan sematang-matangnya. Mereka menyadari bahwa perjalanan rohani yang akan ditempuhnya dalam sebulan itu bukan perjalanan yang mudah dan gampang. Ia memerlukan stamina fisik dan rohani yang mapan, sehingga perjalanan itu bisa dilakukan dan dilalui dengan baik.
Pembiasaan-pembiasaan pembuka sebagai latihan, akan dilakukanya. Termasuk melakukan puasa-puasa sunah di bulan Sya'ban, atau mungkin bahkan sudah dilakukan pada bulan Rajab. Pokoknya, kelompok ini betul-betul siap menghadapi perjalanan rohani selama bulan Ramadhan.
Mereka mengerti benar peta perjalanan rohani itu dengan sebaik-baiknya. Akibatnya, secara mental mereka tidak terkejut dan bahkan merasakan hentakan kenikmatan, kala akan memasuki bulan suci ini. Penulis kira, golongan ini bukanlah golongan mayoritas di tengah umat dewasa ini. Mereka adalah para pemburu takwa.
Golongan kedua adalah mereka yang biasa-biasa saja dalam menyambut kedatangan bulan suci ini. Tak ada riak spiritual dan gairah jiwa yang meluap-luap penuh gembira menyambut bulan ampunan dan suci ini. Kehadiran Ramadhan sama sekali tidak mempengaruhi kebangkitan spiritualnya, tidak menggairahkan "urat-urat" kepekaan nuraninya. Tak ada yang berubah. Tak ada yang bergeser. Jiwanya demikian dingin, walaupun suasana bulan suci telah memercikkan kehangatan-kehangatan. Hati mereka tak lagi terangsang untuk memeluk erat sang tamu agung ini.
Di bulan suci ini, bukan tidak mungkin manusia semacam ini banyak jumlahnya. Bahkan, bisa menjadi bagian paling besar dari lapisan umat ini. Namun, saya berharap dan berdoa, semoga tidak. Untuk mereka, bonus-bonus Ramadhan tiada guna dan mereka memang tidak berhak mendapatkannya.
Kelompok ketiga adalah kelompok yang gembira dengan kehadiran bulan Ramadhan, karena mereka merasa bahwa kedatangannya dianggap akan membuat mereka menangguk keuntungan besar. Siapa mereka? Mereka adalah sosok-sosok pencari "nafkah" dengan kehadiran bulan suci.
Di benaknya, yang bertaburan bukan pahala-pahala yang Allah turunkan dari langit karena amal-amalnya yang sempurna. Yang terbayang dalam benaknya adalah "honor-honor" jutaan atau amplop-amplop dalam sekali tampil di publik, di media radio dan televisi, atau di mana saja yang dianggap mendatangkan uang.
Hatinya sama sekali tidak terpaut dengan "imaan dan ihtisaab" di bulan Ramadhan. Yang tertayang dalam benaknya adalah seberapa banyak penghasilan yang akan dia dapatkan dengan kehadiran bulan suci ini. Baginya tak perlu apakah bulan ini bulan ampunan atau bukan bulan ampunan, yang penting aliran uang mengalir deras ke kantong atau rekening.
Tak ada dalam kamusnya, bahwa malam-malamnya harus diisi dengan salat tarawih dengan khusyu' dan penuh makna. Malamnya-malamnya malah dia sibukkan untuk tayang sana, tayang sini sambil tertawa bekakan, seakan Ramadhan adalah bulan tawa dan bukan bulan amal.
Malam-malamnya penuh dengan fatwa-fatwa dan seruan beramal, sementara dia sendiri tengah "membakar" dirinya dengan ucapan-ucapan yang sebenarnya dia sendiri tidak pernah, bahkan hanya untuk sekedar berniat melakukannya. Mulut berbusa-busa mengajak orang mentadabburi Al-Quran, namun dia sendiri untuk menyentuh, ya untuk menyentuh saja, demikian enggan.
Sosok ini bisa menimpa seorang pedagang, bisa seorang artis dan selebritis, bisa seorang kiyai, bisa seorang ustadz ternama, bisa seorang qari'-qariah, bisa seorang dai kondang, bisa seorang presenter, bisa seorang pengelola televisi, radio, pengelola pengajian, pengelola transportasi, dan siapa saja yang menjadikan uang sebagai target utama pada saat Ramadhan dating menjelang.
Saya yakin, kelompok ini ada dan bahkan jauh-jauh hari telah melakukan kalkulasi sejauh mana Ramadhan kali ini dia bisa eksploitasi sebaik-baiknya. Dia memang puasa, namun puasanya kosong dari makna dan spirit Ramadhan yang sebenarnya. Mereka memang puasa, namun puasa yang tidak memiliki bobot apa-apa. Hampa!!
Kategori terakhir adalah sosok manusia yang demikian ketakutan dengan kehadiran Ramadhan. Kelompok ini saya anggap sebagai kelompok yang sangat parah dibandingkan dengan kelompok kedua dan ketiga.
Kelompok ini menjadikan Ramadhan sebagai momok yang selalu menghantui dirinya. Sebulan sebelum Ramadhan datang, mereka telah menggigil karena akan tiba bulan suci ini. Mereka merasa ngeri karena harus menahan makan dan minum, harus sembunyi-sembunyi jika mereka tidak puasa, mereka harus malu jika kepergok sedang makan-makan.
Bahkan bukan itu saja, ada diantara mereka yang merasa terancam roda hidupnya dengan kedatangan bulan suci ini. Mereka merasa bahwa Ramadhan telah menyumbat rizkinya.
Mereka bisa saja terdiri dari pelaku bisnis haram, para pengelola night-night club yang diperintahkan untuk ditutup selama Ramadhan. Mereka bisa saja adalah para pelacur kelas kakap yang setiap harinya menjual kehormatan kepada para si hidung belang. Bisa saja mereka adalah para pedagang makanan di pinggir-pinggir jalan, yang seakan hidup menjadi kiamat karena penghasilan drastis berkurang. Mereka bisa saja pengelola restoran atau siapa saja yang menganggap bahwa Ramadhan bukan bulan penyucian diri
dan jiwa.
Saya tidak berani berkomentar sosok macam apakah mereka. Yang jelas, mereka bukan pemburu takwa, bukan pula manusia yang mengharap ridha Tuhannya. Mereka tidak akan dapat nilai apa-apa di bulan mulia ini.
Kalau mungkin saya tambahkan, maka kelompok terakhir adalah kelompok pongah
yang dengan terangan-terangan tampil di depan orang menampilkan "keberaniannya", bahwa mereka tidak puasa tanpa alasan apa-apa. Untuk yang terakhir ini, hanya Allah yang bisa memasukkan ke dalam neraka.
Kita berdoa, semoga kita masuk pada golongan pertama. Golongan yang semangat menyambut kedatangan Ramadhan yang mulia. Semangat memeluk nilai-nilai dan semangat pula memaknainya.
Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci
Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA
Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA
A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT
Source: IKADI (koleksi keadilan4all@yahoogroups.com Hendra)
(Bagian ke-2)
TIPOLOGI MANUSIA PENYAMBUT RAMADHAN
Setiap bulan Ramadhan menjelang, kita bisa membagi kaum muslimin dalam beberapa kategori dan model, yaitu:
Pertama, kalangan yang sangat antusias menyambut Ramadhan, karena sadar akan
banyaknya bonus rahmat dan pahala yang akan mereka dapatkan di bulan itu.
Kedua, mereka yang biasa-biasa saja dalam menyambut kedatangan bulan suci
ini, tanpa ekspresi dan tanpa apresiasi apa-apa. Karena mereka tidak mengerti apa sebenarnya yang ada dalam Ramadhan.
Ketiga, mereka yang gembira dengan kedatangan Ramadhan, hanya karena mereka
diuntungkan secara materi walaupuan mereka miskin secara ruhani.
Keempat, golongan yang merasa ketakutan dengan kedatangan bulan Ramadhan.
Terus terang, klasifikasi ini baru saja saya dapatkan dan tiba-tiba saja muncul dari benak saya, ketika saya membaca beberapa buku dan melihat fenomena sosial yang berkembang di masyarakat. Saya pun tidak tahu, apakah klasifikasi itu benar atau malah salah dan mungkin mengada-ada. Namun sekali lagi, saya katakan bahwa fenomena itu ada, minimal yang penulis tangkap dari gejala sosial yang ada.
Golongan pertama adalah mereka yang menyadari sepenuhnya makna dan nilai
yang ada dalam Ramadhan. Sehingga, jauh-jauh hari sebelum bulan suci ini hadir di hadapannya, mereka telah berkemas-kemas untuk mengarungi perjalanan rohani yang demikian mengasyikkan.
Semua perbekalan untuk menjalani perjalanan rohani itu telah mereka persiapkan dengan sebaik-baiknya dan sematang-matangnya. Mereka menyadari bahwa perjalanan rohani yang akan ditempuhnya dalam sebulan itu bukan perjalanan yang mudah dan gampang. Ia memerlukan stamina fisik dan rohani yang mapan, sehingga perjalanan itu bisa dilakukan dan dilalui dengan baik.
Pembiasaan-pembiasaan pembuka sebagai latihan, akan dilakukanya. Termasuk melakukan puasa-puasa sunah di bulan Sya'ban, atau mungkin bahkan sudah dilakukan pada bulan Rajab. Pokoknya, kelompok ini betul-betul siap menghadapi perjalanan rohani selama bulan Ramadhan.
Mereka mengerti benar peta perjalanan rohani itu dengan sebaik-baiknya. Akibatnya, secara mental mereka tidak terkejut dan bahkan merasakan hentakan kenikmatan, kala akan memasuki bulan suci ini. Penulis kira, golongan ini bukanlah golongan mayoritas di tengah umat dewasa ini. Mereka adalah para pemburu takwa.
Golongan kedua adalah mereka yang biasa-biasa saja dalam menyambut kedatangan bulan suci ini. Tak ada riak spiritual dan gairah jiwa yang meluap-luap penuh gembira menyambut bulan ampunan dan suci ini. Kehadiran Ramadhan sama sekali tidak mempengaruhi kebangkitan spiritualnya, tidak menggairahkan "urat-urat" kepekaan nuraninya. Tak ada yang berubah. Tak ada yang bergeser. Jiwanya demikian dingin, walaupun suasana bulan suci telah memercikkan kehangatan-kehangatan. Hati mereka tak lagi terangsang untuk memeluk erat sang tamu agung ini.
Di bulan suci ini, bukan tidak mungkin manusia semacam ini banyak jumlahnya. Bahkan, bisa menjadi bagian paling besar dari lapisan umat ini. Namun, saya berharap dan berdoa, semoga tidak. Untuk mereka, bonus-bonus Ramadhan tiada guna dan mereka memang tidak berhak mendapatkannya.
Kelompok ketiga adalah kelompok yang gembira dengan kehadiran bulan Ramadhan, karena mereka merasa bahwa kedatangannya dianggap akan membuat mereka menangguk keuntungan besar. Siapa mereka? Mereka adalah sosok-sosok pencari "nafkah" dengan kehadiran bulan suci.
Di benaknya, yang bertaburan bukan pahala-pahala yang Allah turunkan dari langit karena amal-amalnya yang sempurna. Yang terbayang dalam benaknya adalah "honor-honor" jutaan atau amplop-amplop dalam sekali tampil di publik, di media radio dan televisi, atau di mana saja yang dianggap mendatangkan uang.
Hatinya sama sekali tidak terpaut dengan "imaan dan ihtisaab" di bulan Ramadhan. Yang tertayang dalam benaknya adalah seberapa banyak penghasilan yang akan dia dapatkan dengan kehadiran bulan suci ini. Baginya tak perlu apakah bulan ini bulan ampunan atau bukan bulan ampunan, yang penting aliran uang mengalir deras ke kantong atau rekening.
Tak ada dalam kamusnya, bahwa malam-malamnya harus diisi dengan salat tarawih dengan khusyu' dan penuh makna. Malamnya-malamnya malah dia sibukkan untuk tayang sana, tayang sini sambil tertawa bekakan, seakan Ramadhan adalah bulan tawa dan bukan bulan amal.
Malam-malamnya penuh dengan fatwa-fatwa dan seruan beramal, sementara dia sendiri tengah "membakar" dirinya dengan ucapan-ucapan yang sebenarnya dia sendiri tidak pernah, bahkan hanya untuk sekedar berniat melakukannya. Mulut berbusa-busa mengajak orang mentadabburi Al-Quran, namun dia sendiri untuk menyentuh, ya untuk menyentuh saja, demikian enggan.
Sosok ini bisa menimpa seorang pedagang, bisa seorang artis dan selebritis, bisa seorang kiyai, bisa seorang ustadz ternama, bisa seorang qari'-qariah, bisa seorang dai kondang, bisa seorang presenter, bisa seorang pengelola televisi, radio, pengelola pengajian, pengelola transportasi, dan siapa saja yang menjadikan uang sebagai target utama pada saat Ramadhan dating menjelang.
Saya yakin, kelompok ini ada dan bahkan jauh-jauh hari telah melakukan kalkulasi sejauh mana Ramadhan kali ini dia bisa eksploitasi sebaik-baiknya. Dia memang puasa, namun puasanya kosong dari makna dan spirit Ramadhan yang sebenarnya. Mereka memang puasa, namun puasa yang tidak memiliki bobot apa-apa. Hampa!!
Kategori terakhir adalah sosok manusia yang demikian ketakutan dengan kehadiran Ramadhan. Kelompok ini saya anggap sebagai kelompok yang sangat parah dibandingkan dengan kelompok kedua dan ketiga.
Kelompok ini menjadikan Ramadhan sebagai momok yang selalu menghantui dirinya. Sebulan sebelum Ramadhan datang, mereka telah menggigil karena akan tiba bulan suci ini. Mereka merasa ngeri karena harus menahan makan dan minum, harus sembunyi-sembunyi jika mereka tidak puasa, mereka harus malu jika kepergok sedang makan-makan.
Bahkan bukan itu saja, ada diantara mereka yang merasa terancam roda hidupnya dengan kedatangan bulan suci ini. Mereka merasa bahwa Ramadhan telah menyumbat rizkinya.
Mereka bisa saja terdiri dari pelaku bisnis haram, para pengelola night-night club yang diperintahkan untuk ditutup selama Ramadhan. Mereka bisa saja adalah para pelacur kelas kakap yang setiap harinya menjual kehormatan kepada para si hidung belang. Bisa saja mereka adalah para pedagang makanan di pinggir-pinggir jalan, yang seakan hidup menjadi kiamat karena penghasilan drastis berkurang. Mereka bisa saja pengelola restoran atau siapa saja yang menganggap bahwa Ramadhan bukan bulan penyucian diri
dan jiwa.
Saya tidak berani berkomentar sosok macam apakah mereka. Yang jelas, mereka bukan pemburu takwa, bukan pula manusia yang mengharap ridha Tuhannya. Mereka tidak akan dapat nilai apa-apa di bulan mulia ini.
Kalau mungkin saya tambahkan, maka kelompok terakhir adalah kelompok pongah
yang dengan terangan-terangan tampil di depan orang menampilkan "keberaniannya", bahwa mereka tidak puasa tanpa alasan apa-apa. Untuk yang terakhir ini, hanya Allah yang bisa memasukkan ke dalam neraka.
Kita berdoa, semoga kita masuk pada golongan pertama. Golongan yang semangat menyambut kedatangan Ramadhan yang mulia. Semangat memeluk nilai-nilai dan semangat pula memaknainya.
Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci
Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA
Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA
A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT
Source: IKADI (koleksi keadilan4all@yahoogroups.com Hendra)
Komentar