Tahun ini si Sulung (F1) mulai masuk SD walaupun usianya masih 6 tahun 2 bulan saat mulai tahun ajaran baru, -makanya beberapa postingan terakhir sudah nyinggung2 masalah SD-. Agak kecewa sebenarnya, dulu punya cita-cita -masih- saat anak tertua masuk usia Playgroup kami harus buat playgroup sendiri, saat dia masuk TK kami mesti buat TK sendiri dan kalau bisa sampai SD, TK, SMP bahkan SMA :)) TK dan Playgroup sudah tercapai, sayangnya saat menginjak usia SD keinginan itu belum bisa terwujud. Belum siap! syarat pendirian SD lebih rumit sepertinya, gak bisa asal-asalan dan sekedar modal nekad. Tapi cita-cita itu tidak pernah hilang, suatu waktu harus coba digapai.
Tanggal 1 Juli 2008, kami datang ke SD yang ada berdasarkan info yang sebelumnya memang sudah dicari kiri-kanan. Agak miris emang, beritanya kurang menyenangkan -tentang budaya pendidikan dan pendidik di sini-, maaf agak terkesan sedikit "matre". :((
Sempat terpikir mengungsikan si Sulung ke tempat Kakek-Neneknya di Bandung atau Palembang, tapi kasihan :)) sama anaknya atau sama diri sendiri ya? mana tahan jauh dengan mereka.
SD pertama yang didatangi SD 006 di Kota Rengat, info awal katanya harus datang pagi-pagi ada yang bilang jam 07, ada yang bilang jam 08 bahkan katanya jam 06. :)) maklum ngantri dan rebutan mendapatkan formulir pendaftaran. Ternyata iya juga, kami berangngkat jam 07 dari rumah sampai di sekolah sudah penuh antrian, istri yang ikut antrian saya nunggu F2 dan F3 di luar. Rupanya di sini cuma diminta ngisi formulir dan diminta lihat pengumuman tanggal 07 Juli lusa. Jadi belum tau diterima atau tidak, sedikit kejadian karena sekolah (TK) kami baru 2 angkatan dan tahun lalu baru 1 orang alumni yang masuk SD -tahun ini sekitar 6 orang- waktu pemeriksaan berkas administrasi -copy akte kelahiran dan copy sertifikat kelulusan- agak lama dilihat oleh si Ibu panitia, soalnya sertifikat dan nama sekolah "belum terkenal", ditambah lagi nama orang tua di sertifikat sama persis dengan nama kepala sekolah dan ketua yayasan yang "sign", ya kami sendiri. Istri kepala sekolah saya ketua umum yayasan. Aneh! mungkin.
SD ke-2 yang kami datangi SDN 011, yang lumayan sudah terkenal, peminatnya antri dari jam 6 dan cuma butuh 15 menit formulir pendaftaran habis. Saat kami datang emang terbukti ada 3 orang tua calon murid yang kecewa juga, formulir sudah habis. Padahal di 3 sekolah yang satu komplek -kebetulan ada 4 SD- calon pendaftar masih penuh sesak.
Sekolah ke-3 yang kami datangi SDN 019 Kampung Dagang, sekolah ini sudah cukup terkenal -bahkan diinternet- karena jadi sekolah percontohan -SBI- dan satu berita kriminal :((
Kesan pertama saat datang, ehm...bolehlah. Lebih teratur dan "aroma standarisasi" lebih terasa... emangnya apa :). Semua serba tertulis visi-misi, Job disc, struktur organisasi, pengumuman2 tentang PSB- di sekolah sebelumnya gak tampak-, nasihat-nasihat motivasi dsb. Kebersihan juga lumayanlah. Fasilitas, ada labor komputer, Surau Ar Rahim, Labor PTD -se Riau hanya di sini- perpustakaan. Sepertinya si Sulung juga safe.
Rupanya PSB di sekolah ini ditest, -ini yang selama ini kami takutkan- di INSANI kami terapkan tidak ada kurikulum calistung untuk murid. Bisa gak ya? bukan takut gak diterima -soalnya saya berpendapat si Sulung masih bisa sekolah tahun depan- yang kami takutkan F1 trauma. Lha masuk SD supaya bisa calistung ko malah masuk mesti bisa calistung :((
(Rasanya masalah ini jadi perdebatan panjang tanpa ujung) antara yang pro dan kontra.
Ada beberapa kriteria penerimaan murid baru yang saya lihat sepintas, pertama secara fisik anak, lalu usia 7-12 atau 6 tahun ditoleransi, kemudian kemampuan dasar bersosialisasi, terus kemampuan dasar calistung.
Tiba saatnya mendaftar, istri mengambil formulir pendaftaran -antri- rupanya "tidak gratis" diminta sumbangan "sukarela", di sekolah pertama "masih gratis". Setelah mengisi form, semua calon dikumpulkan dalam satu ruangan dan di depan ada sekitar 3-4 meja untuk "tim penguji".. Satu persatu anak dipanggil diuji kemampuan dasar "iqro"- maksudnya mengaji membaca tulisan arab...atau untuk di sini ada juga disebut arab melayu-, kemudian wawancara tentang "diri sendiri", baca, pengenalan huruf, tulis dan hitung. Banyak macam hasilnya, cuma sedikit kurang sreg-lagi-, lebih banyak orang tua pendamping dari pada murid di ruangan jadi suasananya kurang teratur. Kasihan yang lagi di test, agak tertekan.
Informasi dari istri, si Sulung kebagian nomor urut 46 saat dipanggil test iqro-dengan suara penguji "menggelegar"- Fauzan malah kabur.. waduh rupanya dia takut di fikir suruh baca Al Qur'an langsung padahal selama ini baru belajar buku Iqro 1, rupanya zuz amma.
Test berikutnya wawancara, ini cuplikannya:
Ibu penguji : Nama adek siapa?
F1: Abang!
Ibu penguji: Bukan nama nya siapa?
F1: Abang! (dengan nada ngotot), disekolah temen2 sudah tau dengan abang, ibu guru juga tau.
Ibu penguji: Iya itu kan panggilannya, nama lengkapnya siapa?
F1: Fauzan Aulia Ghiffary Rahman (akhirnya!..bahkan sampai lengkap disebut :))...
Ibu penguji: Nama panggilannya siapa?
F1: Fauzan
Ibu penguji: Fauzan tinggalnya di mana?
F1: Kuantan Babu (nama desa kami)
Ibu penguji: Fauzan kalau pulang sekolah ayah telat jemput gimana?
F1: Tunggu mobil kantor
Ibu penguji: Maksud ibu kalau ayahnya telat jemput
F1: Iya..abang pulang sekolahnya naik mobil kantor... (ketahuan deh jarang jemput anak)
Test berikutnya, baca tulis hitung... lumayan lancar untuk hitung malah itu keunggulan dia selama ini yang kami pantau.
Tanggal 02 Juli keesokan harinya, saya berdua Fauzan datang ke sekolah karena ternyata berbeda dengan SD lain sekolah ini lebih cepat mengumumkan penerimaan murid barunya, yang lain masih nunggu sampai tanggal 07.
Lulus. Itu yang tertulis di papan pengumuman malah saya suruh dia baca dan cari sendiri
namanya. Senang sekali sepertinya, pengalaman pertama.
Komentar