Langsung ke konten utama

Kisah Sukses

Berbekal Uang Rp 2 Juta

Tak perlu pandai memasak untuk memulai bisnis makanan. Seperti halnya Atjep Setiawan, pemilik usaha penjualan nasi tim ayam Sizi. Latar belakang pendidikan di bidang kuliner belum pernah dikenyamnya. Ia hanya seorang lulusan SMA Convorti Bandung. Namun, di tangan uletnya, bisnis yang kini genap 16 tahun dikelola Atjep telah berkembang luas.

Tak pernah terbayangkan sedikit pun oleh Atjep kalau usaha yang ditekuninya akan sebesar saat ini. Ide untuk berjualan nasi tim ayam pun tidak murni muncul darinya. Usulan itu telontar dari seorang teman yang saat itu tengah berkunjung ke rumahnya. Kala itu Atjep menyuguhi teman-temannya nasi tim ayam sisa jualan orang tuanya yang tidak habis. "Begitu mencoba, mereka bilang enak. Lalu menyuruh saya lebih serius menggarap bisnis nasi tim ini," ungkap Atjep. Baginya, masukan tersebut bagai sebuah ide brilian di tengah kebuntuannya memikirkan jenis usaha yang akan dirintisnya.

Sebelumnya, Atjep sempat bekerja di sebuah perusahaan reparasi alat-alat elektronika. Akan tetapi, karena tidak betah dengan segala peraturan perusahaan yang mengikat, ia pun akhirnya berhenti dan menjadi pengangguran. "Lebih enak punya usaha sendiri, kita bisa bebas berkreasi," kata pria berusia 56 tahun ini. Di saat ia tengah menguras otak untuk mencari jenis usaha yang akan ditekuninya, ide tersebut muncul. Didukung keinginan untuk membuka lapangan pekerjaan untuk pengangguran yang saat itu banyak ditemui di lingkungan rumahnya, Atjep mantap memulai bisnis ini.

Berbekal uang Rp 2 juta dari orang tua dan pinjaman bibinya, Atjep memulai bisnis ini. Sebagai langkah awal, ia memperbaiki prasarana jalan di sekitar rumahnya. "Supaya mudah akses untuk berjualannya," ujarnya. Sedikitnya Rp 500.000,00 dihabiskannya untuk memperbaiki jalan tersebut. Sisa modal, ditambah pinjaman Rp 2 juta lagi dari seorang teman digunakannya untuk melakukan berbagai survei maupun observasi demi keeksklusifan produk yang akan dijualnya.

"Saya tidak mau main-main dalam berbisnis. Pokoknya saya ingin menampilkan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada," tambahnya. Segala detail yang berhubungan dengan bisnis ini dipikirkannya secara serius. Mulai dari bentuk gerobak yang akan digunakan berjualan, sistem penyajian nasi tim, dan juga rasa berbeda yang akan ditawarkan kepada pembeli.

Orang tua Atjep yang saat itu membuka restoran di Pasar Kosambi menyediakan nasi tim ayam sebagai salah satu menu yang ditawarkan. Namun, Atjep tidak mau mengambil resep yang dimiliki orang tuanya begitu saja. "Resep yang mereka punya hanya untuk inspirasi awal, selanjutnya saya bebas mengkreasikannya," tambah Atjep lagi.

Segala macam bumbu dan bahan dicobanya. Setiap perbandingan bumbu yang diraciknya dicatat dengan teliti. Hingga akhirnya di tahun 1991 Atjep sudah yakin untuk mengomersialkan produknya. Berbekal tiga armada gerobak, yang juga hasil kreasinya, Atjep mulai memasarkan nasi tim ayam buatannya. Merek Sizi sengaja dipilih karena Atjep meyakini nasi tim ayam buatannya memiliki banyak kandungan gizi.

Tiga orang anak buah direkrut untuk menjaga gerobak jualan yang saat itu diposisikan di Lapangan Gasibu, GOR Pajajaran, dan Pasar Basalamah. Atjep sengaja memilih lokasi yang sejak dulu ramai digunakan orang untuk berolah raga. "Kalau habis olah raga kan orang biasanya lapar, cari makan yang dekat saja," urainya. Terlebih di lokasi-lokasi tersebut dulu masih jarang ditemui penjual makanan.

Sistem penjualannya sengaja ditempatkan di posisi yang sama setiap harinya, tidak berkeliling menyusuri jalanan. "Biar orang yang mencari sendiri ke tempat jualan. Kalau ngider belum tentu menghampiri orang yang pas ingin makan nasi tim," tambahnya.

Rupanya prediksi Atjep yang jeli melihat peluang ini tidak meleset. Sepuluh porsi nasi tim ayam yang saat itu dijajakan seharga Rp 1.500,00 disukai banyak pembeli. Lama-lama porsi yang disediakan di satu gerobaknya pun makin banyak. Perlahan demi perlahan, jumlah gerobak jualannya pun makin banyak. Saat ini sedikitnya ada 80 gerobak nasi tim ayam Sizi yang tersebar di seluruh Kota Bandung.

Makin lama usaha yang dirintis Atjep makin berkibar. Bahkan di saat usaha rumahan banyak yang gulung tikar ketika krisis moneter melanda negeri ini di tahun 1998, bisnis ini justru mampu bertahan dan tetap dicari pembeli. "Fondasi yang kita punya sudah kuat, jadi tidak ikut ambruk seperti usaha yang lain," aku Atjep. Ia lebih memilih bertahan di harga jual yang sudah dibanderol daripada ikut-ikutan menaikkan harga yang bisa berdampak pada hilangnya pembeli. "Saya tidak ambisius untuk mendapatkan keuntungan besar. Walaupun yang didapat hanya sedikit, yang penting usaha tetap eksis," tambahnya lagi.

Menangguk keuntungan besar memang bukan ambisi Atjep. Ia justru memiliki ambisi lain untuk melebarkan sayap bisnisnya hingga ke luar kota. Tahun lalu ia mengembangkan bisnis nasi tim ini hingga ke beberapa kota, yaitu Jakarta, Tangerang, Bogor, Cirebon, Sukabumi, dan Tasik. Akan tetapi dalam hitungan bulan seluruh anak usaha yang tersebar di kota-kota itu kolaps. "Mungkin karena tidak terawasi," ujarnya.

Namun, Atjep tidak lantas terpuruk karena cobaan tersebut. Pengalaman itu dijadikannya pelajaran berharga agar tidak mengulangi hal yang serupa di masa depan. Perlahan ia mulai bangkit. Sistem manajemen, yang dipercayanya sebagai salah satu faktor penyebab kolapsnya anak-anak usaha itu mulai dibenahi. Inovasi dan ide kreatif terus digalinya. Tak lupa juga ia tanamkan jiwa bisnis kepada anak-anaknya.

Rencananya, Atjep akan mengembangkan bisnis makanannya dengan menambah menu mi bakso. Saat ini ia masih mengeksplor segala macam resep maupun trik bisnis bakso yang bisa dipelajarinya. Yang pasti ia tak ingin hanya menyajikan makanan yang sudah umum dijumpai sehari-hari. "Harus ada yang beda dari bakso saya nanti," katanya. Ia harap, di bawah nama Sizi, suatu hari bisnis baksonya dapat mengembalikan kejayaan bisnis nasi tim yang pernah diraihnya dulu. (Riesty Yusnilaningsih) ***

sumber : Pikiran Rakyat, senin 07 Januari 2008.

http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=7156


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKU RAPORT PAUD DAN PLAYGROUP

Mengingat banyaknya temen-temen yang mampir ke Blog mencari contoh format Buku Raport PAUD dan Playgroup atau apapun istilahnya, buku laporan perkembangan anak didik PAUD dan sebagainya silahkan tinggalkan alamat email di komentar atau shoutbox. Mohon maaf tidak bisa diposting karena filenya berupa format MS Word. Update 25/12/2013: Ini sudah dapat diupload contoh format raport nya di sini Link nya : http://www.scribd.com/doc/193654421/Cover-Buku-Penghubung-PG Semoga bermanfaat

PENGELOLA PAUD HARUS PROFESIONAL (Aparat harus amanah!...)

sumber: http://diskominfo-pde.riau.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=985:pengelolaan-paud-harus-profesional&catid=1:berita&Itemid=11 PENGELOLA PAUD HARUS PROFESIONAL Jumat, 23 Oktober 2009 16:31 (Diskominfo-PDE Online) Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pembinaan stimulasi (ransangan) jasmani, dan rohani anak agar memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut. "Semakin meningkatnya orang tua bekerja diluar rumah, membuat fungsi keluarga sebagai tempat untuk mendidik anak semakin berkurang. Kompleksnya kebutuhan anak selaras dengan perkembangan Iptek juga menuntut perlunya lembaga/pihak lain yang mampu menangani pendidikan anak secara profesional," sebut Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengembangan dan Pelatihan Pendidikan Non Formal dan Informal (UPT P3NFI) Kadirman Aries

Promo Tas Eiger