Hampir 8 hari gak kirim postingan di Blog, tiba-tiba muncul 6 postingan pada tanggal yang sama (7/08/2007) dengan katagorie sejenis tentang "takabur" alias sombong. Ceritanya lagi kesal dan dongkol, terus googling dengan keyword 2 kata tadi dan dari sekian banyak artikel yang muncul coba ditampilin 6 tulisan tadi, ada yang dari Republika-online, Pikiran Rakyat-online, MQ-DT, dsb. Tujuannya pertama untuk mengingatkan diri sendiri supaya menjauhi sifat takabur dan sombong, lumayan juga untuk bahan materi kalo tiba-tiba diminta kasih tausiyah-nasihat- "sederhana". Mudah-mudahan bagi para penulis artikel tersebut- dan semua fihak terkait- mendapatkan amal baik atas ilmu dan nasehatnya yang bisa disampaikan ke orang lain.
Sebenarnya, awal mula semangat mencari tema tersebut adalah kisah nyata yang dialami langsung oleh istri dan rekan gurunya di Sekolah -guru Playgroup binaan kami-, saya ceritakan di sini untuk mencari pelajaran dari kejadian tsb.
Kronologisnya sebagai berikut:
Istri, yang kebetulan PJS ketua HIMPAUDI kabupaten diminta mengirimkan kontingen untuk acara puncak peringatan hari anak yang diperingati tgl. 5 Agustus 2007. Selain lomba untuk anak dan guru juga ada acara karnaval dan dialog anak PAUD dengan Gubernur.
Karena harus biaya sendiri dan butuh dana besar, ditunjuklah PAUD A yang kebetulan milik Kacab Dinas Pendidikan Kecamatan. Tapi menolak dengan alasan di PAUD kami ada cucu Bupati dan Sang Kacab minta cucu Bupati yang ditunjuk.
Singkat cerita, PLS Diknas Kabupaten dan Himpaudi menyepakati anak dari PAUD kami sebagai utusan untuk dialog dengan Gubernur dan anak dari PAUD A untuk karnaval dan senam (dikeluarkan Surat Perjalanan Dinas resmi).
Singkat cerita lagi, 1 anak dari PAUD kami berangkat bersama guru pendamping plus keluarga besarnya, 1 anak lain batal karena Bad Mood sedangkan istri -Kepala Sekolah- sakit. Mereka berangkat sabtu pagi karena harus gladi resik dan lapor panitia -biasa protokoler acara pejabat-
Ini dia masalahnya, pas hari H saat anak2 dan guru sudah di lokasi acara -pasti rame dong, satu provinsi- menjelang dipanggil tiba2 oknum KEPALA CABANG DINAS PENDIDIKAN tadi datang dan marah2, mencak2 kepada guru pendamping di depan orang ramai dan anak2 PLAYGROUP umur 2-3 tahun???? Utusan masing2 kabupaten...
KAU TAK TAU SIAPA AKU? -sampe beberapa kali- KENAPA TAK LAPOR AKU? Dsb.dsb… awalnya sang guru dengan gugup Cuma bilang "emang bapa siapa :)))"…. Pas lama2 ingat oh bapak yang di KACAB DIKNAS….dijawabnya KALAU KAU TAU KENAPA TAK BANTU AKU? AKU DITOLAK PANITIA bla..bla..bla…
Intinya, sang guru dipermalukan di depan umum dan direndahkan, nyaris menangis... sampai keluar ucapan "saya ini orang biasa, bukan siapa-siapa"….
Akhirnya ketahuan belangnya, Si oknum tadi ternyata membawa anaknya sendiri dan ingin anak dia yang dialog dengan Mr. Gubernur. Tapi panitia menolak mencantumkan namanya karena sudah tertulis resmi di agenda acara utusan Kabupaten adalah anak PAUD kami, walaupun akhirnya anaknya yang maju setelah ada insiden anak dari PAUD kami syok dan mogok -menangis tanpa suara tapi keluar air mata- karena liat gurunya dibentak-bentak di depan umum dan dia dipaksa maju oleh istri sang oknum -kompak- padahal nama yang dipanggil laki2 dan anaknya pr.
Anak dan guru dari PAUD kami akhirnya keluar ruangan, kebetulan sang ibu kandung yang ikut seorang psikolog. Dan menurut beliau saat itu situasinya murid dan guru sama2 syok!
Permasalahannya tidak berhenti sampai di situ:
Selesai acara sang KEPALA CABANG DINAS PENDIDIKAN nelpon ke HP istri saya di rumah dan marah2 juga
Guru kami stres, baru 3 hari selesai acara dia sanggup pulang dan masuk sekolah
Anak yang kami utus masih trauma dan keluarga besarnya marah, dan berencana mengadukan ke Dinas Pendidikan Kabupaten dan Provinsi.
Istri saya hari senin 6/08/2007 dipanggil oleh sang KACAB lewat sms :) -ada ceritanya nanti- dan sepertinya ada presure khusus untuk guru pendamping kami khususnya dan sekolah kami umumnya untuk ke depan.
Istri saya terpaksa lapor ke PLS Diknas Kabupaten belum tau kelanjutannya
Informasi terbaru, si KACAB tadi melakukan hal yang sama untuk acara level SD anaknya dipaksakan mengganti anak orang lain pada acara sejenis
BTW. Anak PAUD kami yang berangkat gak jadi cucu Bupati karena ibunya gak bisa mendampingi, anak orang biasa-biasa bukan "pejabat".
Entah gimana akhir ceritanya? Hari ini ada rencana "testimoni sang guru pendamping" di depan guru2 lain sebagai pembelajaran dan supaya tangguh dan siap dengan situasi sulit ke depan.
Pesan : Manusia ini serba kekurangan, apa sih yang harus disombongkan?
Harta kekayaan, uang, rumah, mobil? Seberapa banyak sih semuanya? Emang mati di bawa?
Jabatan? Seberapa tinggi sih jabatanmu? Paling 1-2 tahun selesai
Wajah? Apalagi itu dimakan usia juga keriput
Ilmu dan Gelar? Banyak yang lebih tinggi, lagian kalo gak manfaat untuk apa
Anak? Ehm… kalo nanti ternyata gak sesuai dengan harapan gimana?
Popularitas? Walah…banyak yang dulunya orang top sekarang tersuruk-suruk di pojok rumah gak ada yang mau nyapa
Terus apa dong? Cari alasan untuk kita sombong? Rasanya gak ada..
Sebenarnya, awal mula semangat mencari tema tersebut adalah kisah nyata yang dialami langsung oleh istri dan rekan gurunya di Sekolah -guru Playgroup binaan kami-, saya ceritakan di sini untuk mencari pelajaran dari kejadian tsb.
Kronologisnya sebagai berikut:
Istri, yang kebetulan PJS ketua HIMPAUDI kabupaten diminta mengirimkan kontingen untuk acara puncak peringatan hari anak yang diperingati tgl. 5 Agustus 2007. Selain lomba untuk anak dan guru juga ada acara karnaval dan dialog anak PAUD dengan Gubernur.
Karena harus biaya sendiri dan butuh dana besar, ditunjuklah PAUD A yang kebetulan milik Kacab Dinas Pendidikan Kecamatan. Tapi menolak dengan alasan di PAUD kami ada cucu Bupati dan Sang Kacab minta cucu Bupati yang ditunjuk.
Singkat cerita, PLS Diknas Kabupaten dan Himpaudi menyepakati anak dari PAUD kami sebagai utusan untuk dialog dengan Gubernur dan anak dari PAUD A untuk karnaval dan senam (dikeluarkan Surat Perjalanan Dinas resmi).
Singkat cerita lagi, 1 anak dari PAUD kami berangkat bersama guru pendamping plus keluarga besarnya, 1 anak lain batal karena Bad Mood sedangkan istri -Kepala Sekolah- sakit. Mereka berangkat sabtu pagi karena harus gladi resik dan lapor panitia -biasa protokoler acara pejabat-
Ini dia masalahnya, pas hari H saat anak2 dan guru sudah di lokasi acara -pasti rame dong, satu provinsi- menjelang dipanggil tiba2 oknum KEPALA CABANG DINAS PENDIDIKAN tadi datang dan marah2, mencak2 kepada guru pendamping di depan orang ramai dan anak2 PLAYGROUP umur 2-3 tahun???? Utusan masing2 kabupaten...
KAU TAK TAU SIAPA AKU? -sampe beberapa kali- KENAPA TAK LAPOR AKU? Dsb.dsb… awalnya sang guru dengan gugup Cuma bilang "emang bapa siapa :)))"…. Pas lama2 ingat oh bapak yang di KACAB DIKNAS….dijawabnya KALAU KAU TAU KENAPA TAK BANTU AKU? AKU DITOLAK PANITIA bla..bla..bla…
Intinya, sang guru dipermalukan di depan umum dan direndahkan, nyaris menangis... sampai keluar ucapan "saya ini orang biasa, bukan siapa-siapa"….
Akhirnya ketahuan belangnya, Si oknum tadi ternyata membawa anaknya sendiri dan ingin anak dia yang dialog dengan Mr. Gubernur. Tapi panitia menolak mencantumkan namanya karena sudah tertulis resmi di agenda acara utusan Kabupaten adalah anak PAUD kami, walaupun akhirnya anaknya yang maju setelah ada insiden anak dari PAUD kami syok dan mogok -menangis tanpa suara tapi keluar air mata- karena liat gurunya dibentak-bentak di depan umum dan dia dipaksa maju oleh istri sang oknum -kompak- padahal nama yang dipanggil laki2 dan anaknya pr.
Anak dan guru dari PAUD kami akhirnya keluar ruangan, kebetulan sang ibu kandung yang ikut seorang psikolog. Dan menurut beliau saat itu situasinya murid dan guru sama2 syok!
Permasalahannya tidak berhenti sampai di situ:
Selesai acara sang KEPALA CABANG DINAS PENDIDIKAN nelpon ke HP istri saya di rumah dan marah2 juga
Guru kami stres, baru 3 hari selesai acara dia sanggup pulang dan masuk sekolah
Anak yang kami utus masih trauma dan keluarga besarnya marah, dan berencana mengadukan ke Dinas Pendidikan Kabupaten dan Provinsi.
Istri saya hari senin 6/08/2007 dipanggil oleh sang KACAB lewat sms :) -ada ceritanya nanti- dan sepertinya ada presure khusus untuk guru pendamping kami khususnya dan sekolah kami umumnya untuk ke depan.
Istri saya terpaksa lapor ke PLS Diknas Kabupaten belum tau kelanjutannya
Informasi terbaru, si KACAB tadi melakukan hal yang sama untuk acara level SD anaknya dipaksakan mengganti anak orang lain pada acara sejenis
BTW. Anak PAUD kami yang berangkat gak jadi cucu Bupati karena ibunya gak bisa mendampingi, anak orang biasa-biasa bukan "pejabat".
Entah gimana akhir ceritanya? Hari ini ada rencana "testimoni sang guru pendamping" di depan guru2 lain sebagai pembelajaran dan supaya tangguh dan siap dengan situasi sulit ke depan.
Pesan : Manusia ini serba kekurangan, apa sih yang harus disombongkan?
Harta kekayaan, uang, rumah, mobil? Seberapa banyak sih semuanya? Emang mati di bawa?
Jabatan? Seberapa tinggi sih jabatanmu? Paling 1-2 tahun selesai
Wajah? Apalagi itu dimakan usia juga keriput
Ilmu dan Gelar? Banyak yang lebih tinggi, lagian kalo gak manfaat untuk apa
Anak? Ehm… kalo nanti ternyata gak sesuai dengan harapan gimana?
Popularitas? Walah…banyak yang dulunya orang top sekarang tersuruk-suruk di pojok rumah gak ada yang mau nyapa
Terus apa dong? Cari alasan untuk kita sombong? Rasanya gak ada..
Komentar
saya yg lagi dongkol karena urusan paud..jadi tambah senut2 baca tulisan ini. (pengalaman kali ya..) serupa tapi tak sama. kadang-kadang..orang2 yang berwenang di bidang pendidikan justru ga paham dengan makna pendidikan itu sendiri...trus kumaha atuh...
sok lah dipikiran..salam ti karawang kang...!!! kapan atuh bikin sekolah murah untuk desa tertinggal di jawa barat???