UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 16 TAHUN 2001
TENTANG
Y A Y A S A N
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan;
b. bahwa Yayasan di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu membentuk Undang-undang tentang Yayasan;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
2. Pengadilan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan.
3. Kejaksaan adalah Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan.
4. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik.
5. Hari adalah hari kerja.
6. Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 2
Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas .
Pasal 3
(1) Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.
(2) Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Pasal 4
Yayasan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 5
Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.
Pasal 6
Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan.
Pasal 7
(1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.
(2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
(3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 8
Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB II
PENDIRIAN
Pasal 9
(1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.
(2) Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
(3) Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat.
(4) Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
(2) Dalam hal pendirian Yayasan dilakukan berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat.
(3) Dalam hal surat wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut.
Pasal 11
(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri.
(2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan.
(3) Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) pengesahan diberikan atau tidak diberikan dalam jangka waktu :
a. paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan diterima dari instansi terkait; atau
b. setelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait tidak diterima.
Pasal 13
(1) Dalam hal permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak, Menteri wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut.
(2) Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya.
Pasal 14
(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu.
(2) Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat :
a. nama dan tempat kedudukan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
c. jangka waktu pendirian;
d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;
e. cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;
f. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
g. hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
h. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
j. penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.
(3) Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
(4) Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Yayasan tidak boleh memakai nama yang :
a. telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
(2) Nama Yayasan harus didahului dengan kata "Yayasan".
(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, kata "wakaf" dapat ditambahkan setelah kata "Yayasan".
(4) Ketentuan mengenai pemakaian nama Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1) Yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Dalam hal Yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu, Pengurus dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian Yayasan.
BAB III
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 17
Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 18
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina.
(2) Rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina.
(3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 19
(1) Keputusan rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 20
(1) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak tercapai, rapat Pembina yang kedua dapat diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal rapat Pembina yang pertama diselenggarakan.
(2) Rapat Pembina yang kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari seluruh anggota Pembina.
(3) Keputusan rapat Pembina yang kedua sah, apabila diambil berdasarkan persetujuan suara terbanyak dari jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 21
(1) Perubahan Anggaran Dasar yang meliputi nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan Anggaran Dasar mengenai hal lain cukup diberitahukan kepada Menteri.
Pasal 22
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 secara mutatis mutandis berlaku juga bagi permohonan perubahan Anggaran Dasar, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar.
Pasal 23
Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan pailit, kecuali atas persetujuan kurator.
BAB IV
PENGUMUMAN
Pasal 24
(1) Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan permohonannya oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang disetujui.
(3) Ketentuan mengenai besarnya biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 belum dilakukan, Pengurus Yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian Yayasan.
BAB V
KEKAYAAN
Pasal 26
(1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.
(2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari :
a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. wakaf;
c. hibah;
d. hibah wasiat; dan
e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan.
(4) Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 27
(1) Dalam hal-hal tertentu Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
ORGAN YAYASAN
Bagian Pertama
Pembina
Pasal 28
(1) Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas;
c. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;
d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan
e. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
(3) Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
(4) Dalam hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Keputusan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai korum kehadiran dan korum keputusan untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
Pasal 29
Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas.
Pasal 30
(1) Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang.
Bagian Kedua
Pengurus
Pasal 31
(1) Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.
(2) Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.
(3) Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas.
Pasal 32
(1) Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas :
a. seorang ketua;
b. seorang sekretaris; dan
c. seorang bendahara.
(3) Dalam hal Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir.
(4) Ketentuan mengenai susunan dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 33
(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengurus Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengurus Yayasan.
Pasal 34
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.
Pasal 35
(1) Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.
(2) Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.
(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.
(5) Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.
Pasal 36
(1) Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila :
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau
b. anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang berhak mewakili Yayasan ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 37
(1) Pengurus tidak berwenang :
a. mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;
b. mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; dan
c. membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.
(2) Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan.
Pasal 38
(1) Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 39
(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(2) Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Anggota Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun.
Bagian Ketiga
Pengawas
Pasal 40
(1) Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.
(2) Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.
(4) Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.
Pasal 41
(1) Pengawas Yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina.
(2) Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian tersebut.
Pasal 42
Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan.
Pasal 43
(1) Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara, wajib dilaporkan secara tertulis kepada Pembina.
(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima, Pembina wajib memanggil anggota Pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri.
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pembina wajib :
a. mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau
b. memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan.
(5) Apabila Pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal demi hukum.
Pasal 44
(1) Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Ketentuan mengenai susunan, tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 45
(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengawas Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengawas Yayasan.
Pasal 46
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas tersebut.
Pasal 47
(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengawas dalam melakukan tugas pengawasan dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(2) Anggota Pengawas Yayasan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
(3) Setiap anggota Pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, dan/atau Negara berdasarkan putusan Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengawas Yayasan manapun.
BAB VII
LAPORAN TAHUNAN
Pasal 48
(1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.
Pasal 49
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya :
a. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;
b. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.
(2) Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.
Pasal 50
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
(2) Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh rapat Pembina.
Pasal 51
Dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
Pasal 52
(1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.
(2) Ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang :
a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih; atau
b. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.
(3) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diaudit oleh Akuntan Publik.
(4) Hasil audit terhadap laporan tahunan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait.
(5) Bentuk ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMERIKSAAN TERHADAP YAYASAN
Pasal 53
(1) Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan :
a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;
b. lalai dalam melaksanakan tugasnya;
c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau
d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pasal 54
(1) Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).
(2) Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan.
(3) Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 55
(1) Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan.
(2) Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan Yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(3) Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain.
Pasal 56
(1) Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan.
(2) Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan.
BAB IX
PENGGABUNGAN
Pasal 57
(1) Perbuatan hukum penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan Yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
(2) Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memperhatikan :
a. ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan Yayasan lain;
b. Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya sejenis; atau
c. Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
(3) Usul penggabungan Yayasan dapat disampaikan oleh Pengurus kepada Pembina.
(4) Penggabungan Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pembina yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 58
(1) Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan.
(2) Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan.
Pasal 59
Pengurus Yayasan hasil penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penggabungan selesai dilakukan.
Pasal 60
(1) Rancangan akta penggabungan Yayasan dan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima penggabungan wajib disampaikan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 61
Ketentuan mengenai tata cara penggabungan Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PEMBUBARAN
Pasal 62
Yayasan bubar karena :
a. jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;
b. tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;
c. putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan :
1) Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;
2) tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
3) harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.
Pasal 63
(1) Dalam hal Yayasan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan.
(2) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak selaku likuidator.
(3) Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
(4) Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar, dicantumkan frasa "dalam likuidasi" di belakang nama Yayasan.
Pasal 64
(1) Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator.
(2) Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan.
(3) Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator.
Pasal 65
Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Pasal 66
Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Pasal 67
(1) Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina.
(2) Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 tidak dilakukan, bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Pasal 68
(1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar.
(2) Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut.
BAB XI
YAYASAN ASING
Pasal 69
(1) Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
(1) Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah :
a. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau
b. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;
c. tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.
(3) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72
(1) Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan.
(2) Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapus hak dari pihak yang berwajib untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan apabila ada dugaan terjadi pelanggaran hukum.
Pasal 73
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 6 Agustus 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakartapada tanggal 6 Agustus 2001SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MUHAMMAD MAFTUH BASYUNI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 112
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum danPerundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASANATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001
TENTANG
Y A Y A S A N
I. UMUM
Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya.
Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang ini menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, permohonan pendirian Yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Di samping itu Yayasan yang telah memperoleh pengesahan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi Yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktak perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan yang dapat merugikan masyarakat.
Untuk mewujudkan mekanisme pengawasan publik terhadap Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang, Anggaran Dasar, atau merugikan kepentingan umum, Undang-undang ini mengatur tentang kemungkinan pemeriksaan terhadap Yayasan yang dilakukan oleh ahli berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ tersebut serta pengaturan mengenai hubungan antara ketiga organ Yayasan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan konflik intern Yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan Yayasan melainkan juga pihak lain.
Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan Yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Oleh karena itu, Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan Yayasan. Selanjutnya, terhadap Yayasan yang kekayaannya berasal dari Negara, bantuan luar negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan dalam Undang-undang ini, kekayaannya wajib diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Ketentuan ini dalam rangka penerapan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat.
Dalam Undang-undang ini diatur pula mengenai kemungkinan penggabungan dan pembubaran Yayasan baik karena atas inisiatif organ Yayasan sendiri maupun berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan dan peluang bagi Yayasan asing untuk melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, sehingga seseorang yang menjadi anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap.
Pasal 4
Dalam hal kedudukan Yayasan disebutkan nama desa atau yang dipersamakan dengan itu, harus disebutkan pula nama kecamatan, kabupaten, kota dan propinsi.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila terdapat surat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan Yayasan, maka hal tersebut dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam surat wasiat selaku penerima wasiat, untuk melaksanakan wasiat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Yang dimaksud dengan istilah "benda" adalah benda berwujud dan benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.
huruf e
Cukup jelas
huruf f
Cukup jelas
huruf g
Cukup jelas
huruf h
Cukup jelas
huruf i
Cukup jelas
huruf j
Cukup jelas
huruf k
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dapat diajukan secara langsung atau dikirimkan melalui surat tercatat.
Ayat (3)
Besarnya biaya pengumuman diperhitungkan sesuai dengan besarnya kekayaan Yayasan.
Pasal 25
Maksud dari Pasal ini adalah Pemberian sanksi perdata kepada Pengurus, karena Pengurus tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
huruf a
Yang dimaksud dengan "sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat" adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima Yayasan, baik dari Negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
huruf b
Yang dimaksud dengan "wakaf" adalah wakaf dari orang atau dari badan hukum.
huruf c
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah hibah dari orang atau dari badan hukum.
huruf d
Besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada Yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum waris.
huruf e
Yang dimaksud dengan "perolehan lain" misalnya deviden, bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha Yayasan.
Ayat (3)
Kekayaan Yayasan yang berasal dari wakaf tidak termasuk harta pailit.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Bantuan Negara untuk Yayasan dilakukan sesuai dengan jiwa ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan bahwa Pendiri Yayasan tidak dengan sendirinya harus menjadi Pembina. Anggota Pembina dapat dicalonkan oleh Pengurus atau Pengawas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Larangan perangkapan jabatan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus dan Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "pelaksana kegiatan" adalah Pengurus harian Yayasan yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Jika Pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan, Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan/atau Pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan Yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Lihat penjelasan Pasal 31 ayat (3)
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini mewajibkan Yayasan melaporkan secara rinci tentang berbagai transaksi yang dilakukan oleh Yayasan dengan pihak lain. Hal tersebut merupakan cerminan dari asas keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat yang harus dilaksanakan oleh Yayasan dengan sebaik-baiknya.
Pasal 50
Ayat (1)
Laporan harus ditandatangani oleh semua Pengurus dan Pengawas karena laporan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
Apabila diantara Pengurus atau Pengawas ada yang tidak menandatangani, alasan atau penyebab tidak menandatangani laporan tersebut harus dijelaskan secara tertulis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh rapat Pembina.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengesahan laporan oleh rapat Pembina berarti pemberian pelunasan dan pembebasan tanggung jawab kepada Pengurus dan kepada Pengawas, selama tahun buku yang bersangkutan.
Pasal 51
Yang dimaksud dengan "pihak yang dirugikan" adalah Yayasan yang bersangkutan, masyarakat, dan/atau Negara.
Pasal 52
Ayat (1)
Penempelan ikhtisar laporan tahunan Yayasan pada papan pengumuman ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh masyarakat.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar bantuan yang diterima oleh Yayasan atau Yayasan yang mempunyai kekayaan dalam jumlah tertentu, dapat diketahui oleh masyarakat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "ahli" adalah mereka yang memiliki keahlian sesuai dengan masalah yang akan diperiksa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa kekayaan Yayasan yang dibubarkan harus dibereskan (likuidasi). Dengan pembubaran tersebut, keberadaan Yayasan masih tetap ada sampai pada saat likuidator dibebaskan dari tanggung jawab.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal pembubaran Yayasan berdasarkan putusan Pengadilan, penunjukan likuidator ditetapkan oleh Pengadilan, sedangkan penunjukan kurator hanya apabila Yayasan dinyatakan pailit.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
"Pihak yang berkepentingan" adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan Yayasan.
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4132
TENTANG
Y A Y A S A N
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan;
b. bahwa Yayasan di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu membentuk Undang-undang tentang Yayasan;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
2. Pengadilan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan.
3. Kejaksaan adalah Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan.
4. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik.
5. Hari adalah hari kerja.
6. Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 2
Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas .
Pasal 3
(1) Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.
(2) Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Pasal 4
Yayasan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 5
Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.
Pasal 6
Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan.
Pasal 7
(1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.
(2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
(3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 8
Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB II
PENDIRIAN
Pasal 9
(1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.
(2) Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
(3) Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat.
(4) Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
(2) Dalam hal pendirian Yayasan dilakukan berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat.
(3) Dalam hal surat wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut.
Pasal 11
(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri.
(2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan.
(3) Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) pengesahan diberikan atau tidak diberikan dalam jangka waktu :
a. paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan diterima dari instansi terkait; atau
b. setelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait tidak diterima.
Pasal 13
(1) Dalam hal permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak, Menteri wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut.
(2) Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya.
Pasal 14
(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu.
(2) Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat :
a. nama dan tempat kedudukan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
c. jangka waktu pendirian;
d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;
e. cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;
f. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
g. hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
h. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
j. penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.
(3) Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
(4) Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Yayasan tidak boleh memakai nama yang :
a. telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
(2) Nama Yayasan harus didahului dengan kata "Yayasan".
(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, kata "wakaf" dapat ditambahkan setelah kata "Yayasan".
(4) Ketentuan mengenai pemakaian nama Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1) Yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Dalam hal Yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu, Pengurus dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian Yayasan.
BAB III
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 17
Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 18
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina.
(2) Rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina.
(3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 19
(1) Keputusan rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 20
(1) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak tercapai, rapat Pembina yang kedua dapat diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal rapat Pembina yang pertama diselenggarakan.
(2) Rapat Pembina yang kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari seluruh anggota Pembina.
(3) Keputusan rapat Pembina yang kedua sah, apabila diambil berdasarkan persetujuan suara terbanyak dari jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 21
(1) Perubahan Anggaran Dasar yang meliputi nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan Anggaran Dasar mengenai hal lain cukup diberitahukan kepada Menteri.
Pasal 22
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 secara mutatis mutandis berlaku juga bagi permohonan perubahan Anggaran Dasar, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar.
Pasal 23
Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan pailit, kecuali atas persetujuan kurator.
BAB IV
PENGUMUMAN
Pasal 24
(1) Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan permohonannya oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang disetujui.
(3) Ketentuan mengenai besarnya biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 belum dilakukan, Pengurus Yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian Yayasan.
BAB V
KEKAYAAN
Pasal 26
(1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.
(2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari :
a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. wakaf;
c. hibah;
d. hibah wasiat; dan
e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan.
(4) Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 27
(1) Dalam hal-hal tertentu Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
ORGAN YAYASAN
Bagian Pertama
Pembina
Pasal 28
(1) Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas;
c. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;
d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan
e. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.
(3) Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
(4) Dalam hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Keputusan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai korum kehadiran dan korum keputusan untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau Anggaran Dasar.
Pasal 29
Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas.
Pasal 30
(1) Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang.
Bagian Kedua
Pengurus
Pasal 31
(1) Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.
(2) Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.
(3) Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas.
Pasal 32
(1) Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas :
a. seorang ketua;
b. seorang sekretaris; dan
c. seorang bendahara.
(3) Dalam hal Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir.
(4) Ketentuan mengenai susunan dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 33
(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengurus Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengurus Yayasan.
Pasal 34
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.
Pasal 35
(1) Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.
(2) Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.
(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.
(5) Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.
Pasal 36
(1) Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila :
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau
b. anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang berhak mewakili Yayasan ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 37
(1) Pengurus tidak berwenang :
a. mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;
b. mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; dan
c. membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.
(2) Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan.
Pasal 38
(1) Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 39
(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(2) Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Anggota Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun.
Bagian Ketiga
Pengawas
Pasal 40
(1) Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.
(2) Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.
(4) Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.
Pasal 41
(1) Pengawas Yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina.
(2) Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian tersebut.
Pasal 42
Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan.
Pasal 43
(1) Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara, wajib dilaporkan secara tertulis kepada Pembina.
(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima, Pembina wajib memanggil anggota Pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri.
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pembina wajib :
a. mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau
b. memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan.
(5) Apabila Pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal demi hukum.
Pasal 44
(1) Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Ketentuan mengenai susunan, tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 45
(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengawas Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengawas Yayasan.
Pasal 46
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas tersebut.
Pasal 47
(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengawas dalam melakukan tugas pengawasan dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(2) Anggota Pengawas Yayasan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
(3) Setiap anggota Pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, dan/atau Negara berdasarkan putusan Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengawas Yayasan manapun.
BAB VII
LAPORAN TAHUNAN
Pasal 48
(1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.
Pasal 49
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya :
a. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;
b. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.
(2) Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.
Pasal 50
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
(2) Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh rapat Pembina.
Pasal 51
Dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
Pasal 52
(1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.
(2) Ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang :
a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih; atau
b. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.
(3) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diaudit oleh Akuntan Publik.
(4) Hasil audit terhadap laporan tahunan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait.
(5) Bentuk ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMERIKSAAN TERHADAP YAYASAN
Pasal 53
(1) Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan :
a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;
b. lalai dalam melaksanakan tugasnya;
c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau
d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pasal 54
(1) Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).
(2) Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan.
(3) Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 55
(1) Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan.
(2) Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan Yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(3) Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain.
Pasal 56
(1) Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan.
(2) Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan.
BAB IX
PENGGABUNGAN
Pasal 57
(1) Perbuatan hukum penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan Yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
(2) Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memperhatikan :
a. ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan Yayasan lain;
b. Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya sejenis; atau
c. Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
(3) Usul penggabungan Yayasan dapat disampaikan oleh Pengurus kepada Pembina.
(4) Penggabungan Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pembina yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina yang hadir.
Pasal 58
(1) Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan.
(2) Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan.
Pasal 59
Pengurus Yayasan hasil penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penggabungan selesai dilakukan.
Pasal 60
(1) Rancangan akta penggabungan Yayasan dan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima penggabungan wajib disampaikan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 61
Ketentuan mengenai tata cara penggabungan Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PEMBUBARAN
Pasal 62
Yayasan bubar karena :
a. jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;
b. tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;
c. putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan :
1) Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;
2) tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
3) harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.
Pasal 63
(1) Dalam hal Yayasan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan.
(2) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak selaku likuidator.
(3) Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
(4) Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar, dicantumkan frasa "dalam likuidasi" di belakang nama Yayasan.
Pasal 64
(1) Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator.
(2) Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan.
(3) Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator.
Pasal 65
Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Pasal 66
Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
Pasal 67
(1) Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina.
(2) Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 tidak dilakukan, bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Pasal 68
(1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar.
(2) Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut.
BAB XI
YAYASAN ASING
Pasal 69
(1) Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
(1) Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah :
a. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau
b. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;
c. tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.
(3) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72
(1) Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan.
(2) Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapus hak dari pihak yang berwajib untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan apabila ada dugaan terjadi pelanggaran hukum.
Pasal 73
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 6 Agustus 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakartapada tanggal 6 Agustus 2001SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MUHAMMAD MAFTUH BASYUNI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 112
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum danPerundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASANATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001
TENTANG
Y A Y A S A N
I. UMUM
Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya.
Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang ini menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, permohonan pendirian Yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Di samping itu Yayasan yang telah memperoleh pengesahan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi Yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktak perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan yang dapat merugikan masyarakat.
Untuk mewujudkan mekanisme pengawasan publik terhadap Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang, Anggaran Dasar, atau merugikan kepentingan umum, Undang-undang ini mengatur tentang kemungkinan pemeriksaan terhadap Yayasan yang dilakukan oleh ahli berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ tersebut serta pengaturan mengenai hubungan antara ketiga organ Yayasan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan konflik intern Yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan Yayasan melainkan juga pihak lain.
Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan Yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Oleh karena itu, Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan Yayasan. Selanjutnya, terhadap Yayasan yang kekayaannya berasal dari Negara, bantuan luar negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan dalam Undang-undang ini, kekayaannya wajib diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Ketentuan ini dalam rangka penerapan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat.
Dalam Undang-undang ini diatur pula mengenai kemungkinan penggabungan dan pembubaran Yayasan baik karena atas inisiatif organ Yayasan sendiri maupun berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan dan peluang bagi Yayasan asing untuk melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, sehingga seseorang yang menjadi anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap.
Pasal 4
Dalam hal kedudukan Yayasan disebutkan nama desa atau yang dipersamakan dengan itu, harus disebutkan pula nama kecamatan, kabupaten, kota dan propinsi.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila terdapat surat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan Yayasan, maka hal tersebut dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam surat wasiat selaku penerima wasiat, untuk melaksanakan wasiat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Yang dimaksud dengan istilah "benda" adalah benda berwujud dan benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.
huruf e
Cukup jelas
huruf f
Cukup jelas
huruf g
Cukup jelas
huruf h
Cukup jelas
huruf i
Cukup jelas
huruf j
Cukup jelas
huruf k
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dapat diajukan secara langsung atau dikirimkan melalui surat tercatat.
Ayat (3)
Besarnya biaya pengumuman diperhitungkan sesuai dengan besarnya kekayaan Yayasan.
Pasal 25
Maksud dari Pasal ini adalah Pemberian sanksi perdata kepada Pengurus, karena Pengurus tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
huruf a
Yang dimaksud dengan "sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat" adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima Yayasan, baik dari Negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
huruf b
Yang dimaksud dengan "wakaf" adalah wakaf dari orang atau dari badan hukum.
huruf c
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah hibah dari orang atau dari badan hukum.
huruf d
Besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada Yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum waris.
huruf e
Yang dimaksud dengan "perolehan lain" misalnya deviden, bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha Yayasan.
Ayat (3)
Kekayaan Yayasan yang berasal dari wakaf tidak termasuk harta pailit.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Bantuan Negara untuk Yayasan dilakukan sesuai dengan jiwa ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan bahwa Pendiri Yayasan tidak dengan sendirinya harus menjadi Pembina. Anggota Pembina dapat dicalonkan oleh Pengurus atau Pengawas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Larangan perangkapan jabatan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus dan Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "pelaksana kegiatan" adalah Pengurus harian Yayasan yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Jika Pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan, Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan/atau Pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan Yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Lihat penjelasan Pasal 31 ayat (3)
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini mewajibkan Yayasan melaporkan secara rinci tentang berbagai transaksi yang dilakukan oleh Yayasan dengan pihak lain. Hal tersebut merupakan cerminan dari asas keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat yang harus dilaksanakan oleh Yayasan dengan sebaik-baiknya.
Pasal 50
Ayat (1)
Laporan harus ditandatangani oleh semua Pengurus dan Pengawas karena laporan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
Apabila diantara Pengurus atau Pengawas ada yang tidak menandatangani, alasan atau penyebab tidak menandatangani laporan tersebut harus dijelaskan secara tertulis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh rapat Pembina.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengesahan laporan oleh rapat Pembina berarti pemberian pelunasan dan pembebasan tanggung jawab kepada Pengurus dan kepada Pengawas, selama tahun buku yang bersangkutan.
Pasal 51
Yang dimaksud dengan "pihak yang dirugikan" adalah Yayasan yang bersangkutan, masyarakat, dan/atau Negara.
Pasal 52
Ayat (1)
Penempelan ikhtisar laporan tahunan Yayasan pada papan pengumuman ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh masyarakat.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar bantuan yang diterima oleh Yayasan atau Yayasan yang mempunyai kekayaan dalam jumlah tertentu, dapat diketahui oleh masyarakat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "ahli" adalah mereka yang memiliki keahlian sesuai dengan masalah yang akan diperiksa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa kekayaan Yayasan yang dibubarkan harus dibereskan (likuidasi). Dengan pembubaran tersebut, keberadaan Yayasan masih tetap ada sampai pada saat likuidator dibebaskan dari tanggung jawab.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal pembubaran Yayasan berdasarkan putusan Pengadilan, penunjukan likuidator ditetapkan oleh Pengadilan, sedangkan penunjukan kurator hanya apabila Yayasan dinyatakan pailit.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
"Pihak yang berkepentingan" adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan Yayasan.
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4132
Komentar