sumber : http://riauterkini.com/pekanbaru.php?arr=21580
Jum’at, 7 Nopember 2008 16:01
Anggaran Guru Swasta,
Pemko Kembali Koordinasi Dengan BPK
Riauterkini-PEKANBARU-Tidak dianggarkannya insentif guru swasta menjadi dilema tersendiri bagi Pemerintah Kota Pekanbaru. Dewan sempat mempertanyakan masalah ini saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) kemarin. Pemko pun menjawab tegas sesuai dengan rekomendasi BPK terhadap APBD Pekanbaru 2007.
"Anggaran insentif untuk guru swasta merupakan kesalahan prosedural dan menjadi temuan BPK. Kita tak bisa anggarkan tahun depan berdasarkan Permendagri No 13/2006," jelas Kabag Keuangan Setko Pekanbaru, Dasrizal ketika dikonfirmasi Jumat (7/11). Insentif guru swasta, lanjutnya, bisa dikategorikan sebagai bantuan sosial. Namun berdasarkan peraturan, bantuan sosial tidak bisa diberikan berulang kali seperti yang terjadi pada insentif guru swasta.
Dasrizal menambahkan, dirinya akan berkoordinasi kembali dengan BPK terkait anggaran bantuan bagi guru. Karena tidak hanya guru swasta, Pemko juga menganggarkan bantuan insentif bagi guru MDA. Namun insentif guru MDA tidak menjadi temuan BPK. "Padahal sifatnya sama, insentif untuk guru yayasan. Namun kenapa guru swasta jadi temuan sedang insentif untuk guru MDA tidak. Masalah ini akan kita dudukkan kembali dengan BPK," jelasnya.
Bisa saja, lanjut Dasrizal, BPK juga tidak memperbolehkan Pemko menganggarkan insentif guru MDA. Insentif guru MDA tidak menjadi temuan bisa jadi karena BPK hanya mengambil sampel dari berbagai kegiatan yang dianggarkan Pemko. "Pada dasarnya kita ingin meneruskan jika ada aturan yg menguatkan, memperbolehkannya. Tapi kalau aturan yang tidak memperbolehkan, bagaimana lagi? Nanti kembali menjadi temuan. Jadi untuk saat ini kita putuskan untuk tidak menganggarkan pada APBD 2009 setelah pada APBD 2007 dan 2008 menganggarkannya dalam APBD," terangnya.
Anggaran insentif guru swasta berupa tunjangan transpor dianggarkan sekitar Rp19 miliar. Sementara insentif MDA dianggarkan Rp10 miliar. Sementara itu, bantuan sosial berupa penelitian tesis mahasiswa Rp750 juta dan penelitian universitas Rp750 juta.***(sari)
=============================
sumber : http://www.riaupos.com/v2/content/view/11091/47/
Beda Nasib Guru Swasta dan Negeri
Rabu, 05 November 2008
Nasib sekitar 4.000 guru swasta di Pekanbaru agaknya tahun 2009 semakin kusam. Tunjangan transportasi Rp300 ribu yang seharusnya dapat menopang kinerja mereka, tahun 2009 tidak lagi dianggarkan, tersebab Pemko takut ”disemprit” Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Wali Kota Pekanbaru, Drs H Herman Abdullah MM menanggapi tuntutan ratusan guru swasta dengan dingin. Menurutnya anggaran itu tidak boleh dianggarkan lagi, karena akan menjadi celah temuan BPK. Ini merupakan aturan baru.
Karena merasa kesal, puluhan guru swasta pun langsung menjumpai pejabat BPK wilayah Riau untuk mengetahui mengapa anggaran uang tranportasi guru swasta itu dilarang. Namun jawaban BPK sebaliknya, bahwa tunjangan itu dibolehkan.
Siapa yang benar, apakah Wali Kota atau BPK? Di sini perlu didudukkan kembali. Bagi wali kota/bupati, ”temuan” BPK memang sangat ditakutkan bagi kalangan pejabat di negeri ini, khususnya Riau. Jadi sangat wajar, Herman Abdullah menghapuskan dana tersebut di APBD 2009.
Jika benar apa yang dijelaskan BPK pada guru-guru swasta bahwa dana tunjangan transportasi itu boleh dianggarkan, sebaiknya pihak BPK menjelaskan pada Wali Kota, bahwa anggaran guru swasta boleh. Jadi masalah pun selesai.
Jangan karena perbedaan pendapat, ribuan guru swasta itu merana. Ingat jumlah ribuan guru swasta di Pekanbaru ini.
Misalnya SMK Negeri di Pekanbaru jumlahnya sangat terbatas, sisanya SMK swasta, ada yang dikelola yayasan ada pula dikelola Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan lainnya.
Demikian juga Madrasah Aliyah Negeri (MAN), jumlahnya hanya dua di Kota Pekanbaru, sisanya seluruhnya swasta (MAS). Bahkan jumlahnya lebih banyak dibandingkan madrasah yang negeri.
Ini juga terlihat pada madrasah tsanawiyah, ibtidayah dan lainnya, jumlahnya hanya dua sekolah, sementara lainnya adalah swasta.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana jika Pemko jika tidak menganggarkan dana untuk mereka. Padahal sudah jelas bahwa jumlah mereka lebih banyak dibandingkan jumlah guru negeri. Akankah mereka dibiarkan hidup dalam keprihatinan.
BPK perlu meninjau jumlah guru swasta ini, atau melihat langsung bagaimana kehidupan mereka. Jangan hanya melihat bahwa guru swasta itu mengaja di sekolah elit swasta saja, tapi lihat keseluruhannya.
Umumnya para guru swasta itu hidup perihatin, mereka mendapatkan gaji yang tak sebanding dengan guru negeri (PNS), yakni mendapatkan tunjungan kenaikkan pangkat, tunjangan uang transportasi, tunjangan sertifikasi dan tunjangan lainnya.
Sementara guru swasta gigit jari menyaksikan rekan mereka yang berlimpahan tunjangan. Jurang perbedaan fasilitas ini jangan malah dilebarkan oleh Pemko yang mendapat sorotan dari BPK.
Pemko harus mencarikan solusinya. Minimal menggelar dengar pendapat dengan DPRD, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Pekanbaru, Kandepag Pekanbaru dan guru-guru swasta. Pertemuan itu pasti menemukan jalan keluar masalah dana transportasi ini.
Jangan diperlebar lagi jarak perbedaan antara sekolah swasta dengan sekolah negri. Sudah saatnya pemerintah daerah mengangkat martabat mereka. Apa perlu guru-guru swasta itu menghadirkan guru-guru swasta yang sudah mengabdi selama lima puluh tahun, tapi mereka tidak diangkat menjadi PNS dan sampai kini tetap saja mengajar di sekolah swasta.
Ingat, indikasi keberpihakkan Pemko pada sektor pendidikan salah satunya adalah pada guru swasta.***
=========================
Jum’at, 7 Nopember 2008 16:01
Anggaran Guru Swasta,
Pemko Kembali Koordinasi Dengan BPK
Riauterkini-PEKANBARU-Tidak dianggarkannya insentif guru swasta menjadi dilema tersendiri bagi Pemerintah Kota Pekanbaru. Dewan sempat mempertanyakan masalah ini saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) kemarin. Pemko pun menjawab tegas sesuai dengan rekomendasi BPK terhadap APBD Pekanbaru 2007.
"Anggaran insentif untuk guru swasta merupakan kesalahan prosedural dan menjadi temuan BPK. Kita tak bisa anggarkan tahun depan berdasarkan Permendagri No 13/2006," jelas Kabag Keuangan Setko Pekanbaru, Dasrizal ketika dikonfirmasi Jumat (7/11). Insentif guru swasta, lanjutnya, bisa dikategorikan sebagai bantuan sosial. Namun berdasarkan peraturan, bantuan sosial tidak bisa diberikan berulang kali seperti yang terjadi pada insentif guru swasta.
Dasrizal menambahkan, dirinya akan berkoordinasi kembali dengan BPK terkait anggaran bantuan bagi guru. Karena tidak hanya guru swasta, Pemko juga menganggarkan bantuan insentif bagi guru MDA. Namun insentif guru MDA tidak menjadi temuan BPK. "Padahal sifatnya sama, insentif untuk guru yayasan. Namun kenapa guru swasta jadi temuan sedang insentif untuk guru MDA tidak. Masalah ini akan kita dudukkan kembali dengan BPK," jelasnya.
Bisa saja, lanjut Dasrizal, BPK juga tidak memperbolehkan Pemko menganggarkan insentif guru MDA. Insentif guru MDA tidak menjadi temuan bisa jadi karena BPK hanya mengambil sampel dari berbagai kegiatan yang dianggarkan Pemko. "Pada dasarnya kita ingin meneruskan jika ada aturan yg menguatkan, memperbolehkannya. Tapi kalau aturan yang tidak memperbolehkan, bagaimana lagi? Nanti kembali menjadi temuan. Jadi untuk saat ini kita putuskan untuk tidak menganggarkan pada APBD 2009 setelah pada APBD 2007 dan 2008 menganggarkannya dalam APBD," terangnya.
Anggaran insentif guru swasta berupa tunjangan transpor dianggarkan sekitar Rp19 miliar. Sementara insentif MDA dianggarkan Rp10 miliar. Sementara itu, bantuan sosial berupa penelitian tesis mahasiswa Rp750 juta dan penelitian universitas Rp750 juta.***(sari)
=============================
sumber : http://www.riaupos.com/v2/content/view/11091/47/
Beda Nasib Guru Swasta dan Negeri
Rabu, 05 November 2008
Nasib sekitar 4.000 guru swasta di Pekanbaru agaknya tahun 2009 semakin kusam. Tunjangan transportasi Rp300 ribu yang seharusnya dapat menopang kinerja mereka, tahun 2009 tidak lagi dianggarkan, tersebab Pemko takut ”disemprit” Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Wali Kota Pekanbaru, Drs H Herman Abdullah MM menanggapi tuntutan ratusan guru swasta dengan dingin. Menurutnya anggaran itu tidak boleh dianggarkan lagi, karena akan menjadi celah temuan BPK. Ini merupakan aturan baru.
Karena merasa kesal, puluhan guru swasta pun langsung menjumpai pejabat BPK wilayah Riau untuk mengetahui mengapa anggaran uang tranportasi guru swasta itu dilarang. Namun jawaban BPK sebaliknya, bahwa tunjangan itu dibolehkan.
Siapa yang benar, apakah Wali Kota atau BPK? Di sini perlu didudukkan kembali. Bagi wali kota/bupati, ”temuan” BPK memang sangat ditakutkan bagi kalangan pejabat di negeri ini, khususnya Riau. Jadi sangat wajar, Herman Abdullah menghapuskan dana tersebut di APBD 2009.
Jika benar apa yang dijelaskan BPK pada guru-guru swasta bahwa dana tunjangan transportasi itu boleh dianggarkan, sebaiknya pihak BPK menjelaskan pada Wali Kota, bahwa anggaran guru swasta boleh. Jadi masalah pun selesai.
Jangan karena perbedaan pendapat, ribuan guru swasta itu merana. Ingat jumlah ribuan guru swasta di Pekanbaru ini.
Misalnya SMK Negeri di Pekanbaru jumlahnya sangat terbatas, sisanya SMK swasta, ada yang dikelola yayasan ada pula dikelola Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan lainnya.
Demikian juga Madrasah Aliyah Negeri (MAN), jumlahnya hanya dua di Kota Pekanbaru, sisanya seluruhnya swasta (MAS). Bahkan jumlahnya lebih banyak dibandingkan madrasah yang negeri.
Ini juga terlihat pada madrasah tsanawiyah, ibtidayah dan lainnya, jumlahnya hanya dua sekolah, sementara lainnya adalah swasta.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana jika Pemko jika tidak menganggarkan dana untuk mereka. Padahal sudah jelas bahwa jumlah mereka lebih banyak dibandingkan jumlah guru negeri. Akankah mereka dibiarkan hidup dalam keprihatinan.
BPK perlu meninjau jumlah guru swasta ini, atau melihat langsung bagaimana kehidupan mereka. Jangan hanya melihat bahwa guru swasta itu mengaja di sekolah elit swasta saja, tapi lihat keseluruhannya.
Umumnya para guru swasta itu hidup perihatin, mereka mendapatkan gaji yang tak sebanding dengan guru negeri (PNS), yakni mendapatkan tunjungan kenaikkan pangkat, tunjangan uang transportasi, tunjangan sertifikasi dan tunjangan lainnya.
Sementara guru swasta gigit jari menyaksikan rekan mereka yang berlimpahan tunjangan. Jurang perbedaan fasilitas ini jangan malah dilebarkan oleh Pemko yang mendapat sorotan dari BPK.
Pemko harus mencarikan solusinya. Minimal menggelar dengar pendapat dengan DPRD, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Pekanbaru, Kandepag Pekanbaru dan guru-guru swasta. Pertemuan itu pasti menemukan jalan keluar masalah dana transportasi ini.
Jangan diperlebar lagi jarak perbedaan antara sekolah swasta dengan sekolah negri. Sudah saatnya pemerintah daerah mengangkat martabat mereka. Apa perlu guru-guru swasta itu menghadirkan guru-guru swasta yang sudah mengabdi selama lima puluh tahun, tapi mereka tidak diangkat menjadi PNS dan sampai kini tetap saja mengajar di sekolah swasta.
Ingat, indikasi keberpihakkan Pemko pada sektor pendidikan salah satunya adalah pada guru swasta.***
=========================
Komentar