Kamis, 05/03/2009 15:40 WIB
L/C Hanya Wajib untuk Pertambangan, Timah dan CPO
Suhendra - detikFinance
Jakarta - Pemerintah memperlunak kewajiban Letter of Credit (L/C) di tengah tekanan krisis finansial global yang mengancam ekspor Indonesia. Kondisi ini diharapkan bisa membantu memperbaiki ekspor Indonesia yang sejak Oktober 2008 hingga Januari 2009 pertumbuhannya negatif.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menjelaskan, kondisi pasar global sekarang ini ternyata lebih buruk dari perkiraan sebelumnya. Pemerintah sendiri telah melakukan pembahasan tentang upaya pengamanan sektor riil telah dilakukan Pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan sejak dimulainya krisis keuangan global pada bulan Oktober 2008.
Salah satu langkah yang dilakukan dalam rangka memperlancar perolehan hasil devisa ekspor dan peningkatan tertib usaha, telah diatur ekspor barang yang wajib mengunakan Letter of Credit (L/C).
Pemerintah sebelumnya memang telah membahas upaya untuk memperlancar perolehan hasil devisa ekspor dan peningkatan tertib usaha, telah diatur ekspor barang yang wajib mengunakan Letter of Credit (L/C). Kewajiban cara pembayaran dengan L/C diterapkan untuk komoditi yang diperkirakan Indonesia masih mempunyai posisi daya tawar yang relatif kuat.
Pada waktu kebijakan disusun, krisis finansial global sudah mulai terasa dampaknya, namun perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia dan pertumbuhan volume perdagangan dunia masih positif, walaupun menurun. Kinerja ekspor termasuk komoditi yang diperkirakan mempunyai posisi sellers market seperti kopi, kakao, CPO, karet dan beberapa produk pertambangan khususnya batu bara, masih positif.
"Kondisi eksternal yang dihadapi sekarang jauh lebih buruk dari pada perkiraan sebelumnya dimana pertumbuhan ekonomi dunia mendekati nol persen, negara-negara maju mengalami resesi dan volume perdagangan dunia akan mengalami kontraksi," jelas Mari dalam konferensi pers di Gedung Depdag, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Kamis (5/3/2009).
Ia juga menjelaskan, pertumbuhan ekspor Indonesia sejak bulan Oktober 2008-Januari 2009 adalah negatif dan harga komoditi mengalami penurunan yang cukup tajam dalam beberapa bulan terakhir.
"Situasi ini telah mengubah beberapa komoditi ekspor Indonesia tidak lagi menjadi sellers market khususnya untuk komoditi berbasis sumber daya alam," tambah Mari.
Sehubungan dengan perubahan situasi dan kinerja ekspor yang memburuk, mempertimbangkan masukan pemangku kepentingan, dan mempertimbangkan kesulitan yang dihadapi oleh eksportir kecil/menengah dalam memenuhi persyaratan L/C, maka pemerintah memandang perlu untuk meminimalkan perubahan kebijakan terhadap ekspor saat ini yaitu dengan menyempurnakan penerapan kebijakan ekspor komoditi yang wajib menggunakan L/C.
Penyempurnaan yang dilakukan adalah:
1. Penerapan wajib L/C hanya kepada produk pertambangan, timah dan CPO dimana Indonesia diperkirakan masih memiliki daya tawar, dan dikenakan kepada ekspor diatas US$1 juta mulai 1 April 2009, yaitu kepada eksportir skala besar.
2. Mengingat keadaan yang berubah dari sellers market ke buyers market, untuk komoditi yang lain (seperti. karet, kakao, kopi) dilakukan evaluasi dan persiapan langkah-langkah untuk penerapan wajib L/C dengan penangguhan kewajiban dimaksud sampai dengan 31 Agustus 2009.
3. Dalam rangka tujuan utama dari pengaturan ini tetap tercapai, yaitu kelancaran arus devisa dari ekspor, maka wajib lapor tetap akan diterapkan untuk semua komoditi yang diatur. Selama masa penangguhan tersebut, mulai 1 April 2009 semua eksportir dari komoditi yang diatur dalam Permendag Nomor 01/M-DAG/PER/1/200 tetap wajib melaporkan atau mencantumkan cara pembayaran L/C atau cara pembayaran lainnya yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional serta nomor dan tanggal dokumen pembayaran tersebut pada Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Eksportir dari komoditi yang diatur juga tetap wajib melaporkan secara lengkap setiap bulan kepada Departemen Perdagangan mengenai realisasi ekspor termasuk cara pembayaran, nama Bank Devisa Dalam Negeri penerima hasil ekspor dan nomor rekening eksportir.
Sementara itu pemerintah juga akan terus secara sinergis dan intensif membahas mekanisme trade financing terutama dengan telah disahkan UU Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau dikenal dengan Exim Bank Indonesia, dan juga penguatan dari lembaga Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) yang saat ini tengah diusulkan dana ditambahkan sebesar Rp 1 triliun. Pemerintah sedang merancang perluasan dan peningkatan penugasan lembaga-lembaga ini serta lembaga perbankan untuk dapat menjadi implementor dari skema trade financing yang sedang disiapkan.
Pemerintah juga sedang menjajaki kerja sama dengan pihak luar seperti International Finance Corporation (IFC) untuk memperluas akses untuk likuiditas, garansi dan asuransi yang terkait ekspor. Sebagian besar dari skema-skema yang ada sekarang dalam rangka trade financing ditujukan untuk ekspor yang menggunakan L/C.(qom/ir)
sumber: http://www.detikfinance.com/read/2009/03/05/154044/1095000/4/l/c-hanya-wajib-untuk-pertambangan,-timah-dan-cpo
L/C Hanya Wajib untuk Pertambangan, Timah dan CPO
Suhendra - detikFinance
Jakarta - Pemerintah memperlunak kewajiban Letter of Credit (L/C) di tengah tekanan krisis finansial global yang mengancam ekspor Indonesia. Kondisi ini diharapkan bisa membantu memperbaiki ekspor Indonesia yang sejak Oktober 2008 hingga Januari 2009 pertumbuhannya negatif.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menjelaskan, kondisi pasar global sekarang ini ternyata lebih buruk dari perkiraan sebelumnya. Pemerintah sendiri telah melakukan pembahasan tentang upaya pengamanan sektor riil telah dilakukan Pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan sejak dimulainya krisis keuangan global pada bulan Oktober 2008.
Salah satu langkah yang dilakukan dalam rangka memperlancar perolehan hasil devisa ekspor dan peningkatan tertib usaha, telah diatur ekspor barang yang wajib mengunakan Letter of Credit (L/C).
Pemerintah sebelumnya memang telah membahas upaya untuk memperlancar perolehan hasil devisa ekspor dan peningkatan tertib usaha, telah diatur ekspor barang yang wajib mengunakan Letter of Credit (L/C). Kewajiban cara pembayaran dengan L/C diterapkan untuk komoditi yang diperkirakan Indonesia masih mempunyai posisi daya tawar yang relatif kuat.
Pada waktu kebijakan disusun, krisis finansial global sudah mulai terasa dampaknya, namun perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia dan pertumbuhan volume perdagangan dunia masih positif, walaupun menurun. Kinerja ekspor termasuk komoditi yang diperkirakan mempunyai posisi sellers market seperti kopi, kakao, CPO, karet dan beberapa produk pertambangan khususnya batu bara, masih positif.
"Kondisi eksternal yang dihadapi sekarang jauh lebih buruk dari pada perkiraan sebelumnya dimana pertumbuhan ekonomi dunia mendekati nol persen, negara-negara maju mengalami resesi dan volume perdagangan dunia akan mengalami kontraksi," jelas Mari dalam konferensi pers di Gedung Depdag, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Kamis (5/3/2009).
Ia juga menjelaskan, pertumbuhan ekspor Indonesia sejak bulan Oktober 2008-Januari 2009 adalah negatif dan harga komoditi mengalami penurunan yang cukup tajam dalam beberapa bulan terakhir.
"Situasi ini telah mengubah beberapa komoditi ekspor Indonesia tidak lagi menjadi sellers market khususnya untuk komoditi berbasis sumber daya alam," tambah Mari.
Sehubungan dengan perubahan situasi dan kinerja ekspor yang memburuk, mempertimbangkan masukan pemangku kepentingan, dan mempertimbangkan kesulitan yang dihadapi oleh eksportir kecil/menengah dalam memenuhi persyaratan L/C, maka pemerintah memandang perlu untuk meminimalkan perubahan kebijakan terhadap ekspor saat ini yaitu dengan menyempurnakan penerapan kebijakan ekspor komoditi yang wajib menggunakan L/C.
Penyempurnaan yang dilakukan adalah:
1. Penerapan wajib L/C hanya kepada produk pertambangan, timah dan CPO dimana Indonesia diperkirakan masih memiliki daya tawar, dan dikenakan kepada ekspor diatas US$1 juta mulai 1 April 2009, yaitu kepada eksportir skala besar.
2. Mengingat keadaan yang berubah dari sellers market ke buyers market, untuk komoditi yang lain (seperti. karet, kakao, kopi) dilakukan evaluasi dan persiapan langkah-langkah untuk penerapan wajib L/C dengan penangguhan kewajiban dimaksud sampai dengan 31 Agustus 2009.
3. Dalam rangka tujuan utama dari pengaturan ini tetap tercapai, yaitu kelancaran arus devisa dari ekspor, maka wajib lapor tetap akan diterapkan untuk semua komoditi yang diatur. Selama masa penangguhan tersebut, mulai 1 April 2009 semua eksportir dari komoditi yang diatur dalam Permendag Nomor 01/M-DAG/PER/1/200 tetap wajib melaporkan atau mencantumkan cara pembayaran L/C atau cara pembayaran lainnya yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional serta nomor dan tanggal dokumen pembayaran tersebut pada Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Eksportir dari komoditi yang diatur juga tetap wajib melaporkan secara lengkap setiap bulan kepada Departemen Perdagangan mengenai realisasi ekspor termasuk cara pembayaran, nama Bank Devisa Dalam Negeri penerima hasil ekspor dan nomor rekening eksportir.
Sementara itu pemerintah juga akan terus secara sinergis dan intensif membahas mekanisme trade financing terutama dengan telah disahkan UU Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau dikenal dengan Exim Bank Indonesia, dan juga penguatan dari lembaga Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) yang saat ini tengah diusulkan dana ditambahkan sebesar Rp 1 triliun. Pemerintah sedang merancang perluasan dan peningkatan penugasan lembaga-lembaga ini serta lembaga perbankan untuk dapat menjadi implementor dari skema trade financing yang sedang disiapkan.
Pemerintah juga sedang menjajaki kerja sama dengan pihak luar seperti International Finance Corporation (IFC) untuk memperluas akses untuk likuiditas, garansi dan asuransi yang terkait ekspor. Sebagian besar dari skema-skema yang ada sekarang dalam rangka trade financing ditujukan untuk ekspor yang menggunakan L/C.(qom/ir)
sumber: http://www.detikfinance.com/read/2009/03/05/154044/1095000/4/l/c-hanya-wajib-untuk-pertambangan,-timah-dan-cpo
Komentar